Badan Kehormatan DPRD Alor resmi memberhentikan Enny Anggrek dari jabatannya sebagai Ketua DPRD Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Keputusan pemberhentian Enny Nomor: 01/BK/DPRD/2022 tersebut dibacakan Ketua BK Marthen Luther Blegur pada sidang paripurna, Selasa 29 November 2022 di gedung DPRD Alor.
Enny Anggrek mengatakan dirinya kesal diberhentikan oleh Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Alor atas dugaan pelanggaran kode etik DPRD.
BK sebelumnya dalam amar putusannya menyatakan, Enny Anggrek terbukti bersalah melanggar kode etik saat mengeluarkan penyertaan dugaan korupsi dua mega proyek pada Rakor pencegahan korupsi terintegrasi bersama Waket KPK Alex Marwata di Kupang Oktober lalu.
Rakor, Enny mengatakan, dua proyek: Pasar Kadelang dan Gedung DPRD Alor tersebut tidak pernah disepakati dirinya dalam sidang Badan Anggaran namun pemerintah tetap membangun menggunakan sistem tahun tunggal.
Pernyataan Enny tersebut menurut BKÂ dinilai terbukti melanggar peraturan DPRD No. 2/2019 tentang TATIB, peraturan DPRD No. 3/2019 tentang Kode Etik dan Peraturan DPRD No. 4/2019 tentang Tata Beracara.
Oleh karena menurut BK, kedua proyek tersebut sebetulnya sudah dibahas dan disepakati bersama antara DPRD dan pemerintah pada sidang paripurna penetapan APBD tahun Anggaran 2021.
Ketua DPC PDIP itu menyebut pemberhentian dirinya dari jabatan kursi Ketua DPRD Alor murni ada indikasi menggunakan proses politik yang palsu, yaitu jadwal palsu, Tatib palsu dan paripurna palsu di DPRD.
“Mereka menggunakan jadwal palsu, Tatib palsu dan paripurna palsu memberhentikan saya sebagai Ketua DPRD Alor. Jadwal palsu karena perubahannya tidak sesuai Tatib DPRD yang asli. Kemudian Tatib yang mereka gunakan juga palsu dan sidang paripurna juga palsu karena dihadiri hanya 15 orang Anggota DPRD saja. Semuanya palsu itu ko,” kata Enny, Jumat (9/12) di kantor DPRD, Kalabahi.
Selain itu, Enny mengatakan ada gerakan politik dari pihak tertentu untuk melengserkannya dari kursi Ketua DPRD Alor. Gerakan ini sudah dimulai sejak ia dilantik menjadi Ketua DPRD Alor tahun 2019 lalu.
Ia menuduh bahwa kala itu Anggota DPRD selalu membuat gerakan-gerakan politik untuk menolak sikap-sikap politiknya, termasuk sikap mosi tidak percaya kepadanya.
“Sejak saya menjadi Ketua DPRD pernah ada mosi tidak percaya dibuat kepada saya pada tahun 2020. Saya lapor Polda tapi katanya buktinya tidak ada, padahal saya sudah lengkapi buktinya,” ujarnya.
Selain itu Enny mengatakan, dia juga pernah di demo oleh para Kepala-kepala Dinas dan kepala bagian lingkup Setda Alor yang dipimpin Sekda Alor Soni O. Alelang pada tahun 2021 untuk menolaknya menjadi Ketua DPRD Alor.
“Jadi semacam ada rekayasa kepada saya ini sudah lama tapi saya tetap bertahan untuk kepentingan rakyat, untuk kebenaran bagi rakyat,” kesalnya.
Enny menyebut, dia dan partainya akan mengambil langkah-langkah hukum dan politik untuk merespon putusan BK memberhentikannya dari jabatan Ketua DPRD Alor.
Langkah hukum yang akan ditempuh adalah melaporkan Badan Kehormatan dan 16 Anggota DPRD yang melaporkannya di BK ke Polda NTT atas dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen perubahan jadwal palsu, Tatib palsu, Kode Etik palsu dan paripurna palsu.
“Opsi (PDIP) nanti kita akan melapor ke Polda NTT. Secara pidana kita lapor oknum-oknum yang terlibat, anggota DPRD yang terlibat, wakil-wakil ketua yang terlihat. Karena ini sudah ada indikasi mereka mendesain dengan sengaja untuk memalsukan dokumen-dokumen untuk pemberhentian saya sebagai Ketua DPRD Kabupaten Alor,” ujarnya.
Selain tempuh jalur hukum pidana, Enny Anggrek juga secara tegas mengatakan pihaknya bersama DPD PDIP Provinsi NTT akan merespon surat pimpinan DPRD Alor yang meminta PDIP segera menindaklanjuti putusan BK.
“Kalau saya sebagai Ketua DPC, sebagai Ketua DPRD, pasti dari partai tidak akan menggantikan karena saya kerja betul demi kepentingan masyarakat. Bukan seperti orang lain, sampai sekarang tagantong lama, kasih tiga bulan ko sekarang sudah 6 bulan,” ujarnya sambil menyindir jabatan partai politisi senior partai Golkar, Sulaiman Singh, SH yang memimpin rapat paripurna pembacaan putusan BK.
Enny juga memastikan pihaknya tidak akan mengambil langkah hukum PTUN untuk menguji prosedur sah tidaknya mekanisme pemberhentiannya oleh BK karena belum ada surat keputusan pemberhentiannya dari Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat.
“TUN itu kecuali ada keputusan Gubernur. Kalau (putusan) BK tidak bisa, apalagi ini paripurna palsu. Karena data-data semua palsu jadi kita harus pembuktian dalam tindak pidananya dulu,” katanya.
Enny meminta dukungan doa dari masyarakat Alor agar ia bisa lewati musibah politik ini dengan baik. Ia pun meminta para pendukungnya untuk tetap tenang menjaga situasi Kamtibmas sambil berdoa mendukung langkah hukum dan politik.
Sebelumnya, BK memberhentikan Enny Anggrek dari Jabatan Ketua DPRD Alor pada sidang paripurna DPRD, Selasa (29/11) di kantor DPRD karena ia terbukti melanggar kode etik.
Wakil Ketua DPRD Alor Sulaiman Singh mengatakan, proses pemberhentian Enny dari Jabatan Ketua DPRD Alor murni pelanggaran kode etik.
Sulaiman juga menjelaskan bahwa proses pemberhentian Enny dari Jabatan Ketua DPRD Alor tersebut sudah dilakukan BK sesuai prosedur keputusan DPRD No. 2/2018 tentang Tatib, Keputusan DPRD No. 3/2018 tentang Kode Etik dan Keputusan DPRD No. 4/2018 tentang Tata Beracara.
Sulaiman mengatakan, pihaknya sudah menyurati PDIP meminta menidaklanjuti putusan BK. Bila dalam tempo 30 hari PDIP belum merespon surat tersebut maka DPRD akan mengambil langkah-langkah politik dan pemerintahan untuk menggantikan Enny Anggrek dari Jabatan Ketua DPRD Alor sesuai ketentuan yang berlaku
Tonton video full keterangan Enny Anggrek yang menuduh keputusan BK semuanya adalah palsu: