Protes Putusan BK, Tim Hukum Enny Anggrek Layangkan Somasi ke DPRD Alor

Marthen Maure, SH. (foto: doc pribadi).
Marthen Maure, SH. (foto: doc pribadi).
Kalabahi –
Tim kuasa hukum Enny Anggrek melayangkan surat Somasi kepada Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Alor. Somasi itu dilayangkan buntut dari putusan BK yang memberhentikan Enny Anggrek dari jabatan Ketua DPRD Alor karena terbukti melanggar kode etik.
Surat bernomor 31/SL/KH-EA/XI/2022, tanggal 5 Desember, Perihal; Keberatan Administrasi dan Somasi, itu ditujukan kepada Ketua Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Alor.
Surat tersebut diteken advokat Marthen Maure, SH, Viktor T. Y Totos, SH, Ferdi Pegho, SH, Yermia Alfa Saldeng, SH, Mario Nophriano, SH, Koilal Loban, SH., M.Hum, yang bertindak untuk dan atas nama Enny Anggrek.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/11/29/breaking-news-bk-resmi-berhentikan-enny-anggrek-dari-jabatan-ketua-dprd-alor/
“Bahwa dengan ini Pengaju Keberatan mengajukan keberatan terhadap Surat Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Alor Nomor : 1/BK/DPRD/2022 tanggal 29 November 2022 tentang Pemberhentian Enny Anggrek, SH dari Ketua DPRD Kabupaten Alor, selanjutnya disebut objek keberatan,” kata advokat senior Marthen Maure melalui rilisnya yang diterima tribuanapos.net, Rabu (7/12) di Kalabahi.
Adapun alasan pengajuan keberatan atau Somasi tersebut dilayangkan tim kuasa Hukum karena proses peradilan Enny Anggrek di Badan Kehormatan DPRD Alor dinilai salah kewenangan.
Marthen menjelaskan bahwa BK DPRD Alor telah salah menggunakan kewenangan, bahkan tidak memiliki kewenangan untuk menyelidiki, menyidik, menuntut dan mengadili tindak pidana murni, yaitu dugaan pencemaran nama baik pemerintah daerah.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/11/29/ini-kronologi-alasan-sidang-bk-putuskan-pemberhentian-enny-anggrek-dari-jabatan-ketua-dprd-alor/
“Materi pengaduan Sdr. Drs Yulius Mantaon dan kawan-kawan adalah mengenai dugaan tindak pidana murni yaitu pencemaran nama baik pemerintah yang harus diproses secara pro justitia melalui dan/atau oleh lembaga peradilan,” ujarnya.
Sebab menurutnya, dugaan tindak pidana pencemaran nama baik, tidak bisa bahkan tidak boleh dikemas dan dibungkusnya menjadi kategori pelanggaran Kode Etik DPRD, kemudian BK yang menyelidik/menyidik, menuntut, mengadili dan memutuskannya.
Mantan Anggota DPRD Alor itu menjelaskan bahwa tujuan esensi pengajuan Pengadu sebagai korban dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dalam Hukum Pidana adalah hendak mengembalikan harkat dan martabat para Pengadu yang dirasa dirugikan/direndahkan.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/11/29/enny-anggrek-keputusan-bk-dprd-alor-adalah-ilegal-dan-palsu/
Karenanya harus diproses menurut KUHAP untuk mendapat kebenaran materiil melalui tahapan pra ajudikasi, ajudikasi dan post ajudikasi.
“Oleh karena itu pihak yang sangat berwenang melakukan penyelidikan/penyidikan adalah Polisi, yang melakukan tuntutan adalah Jaksa, dan yang mengadili dan memutuskan adalah hakim, bukan oleh Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Alor,” tegas Marthen Maure.
Terhadap hal itu Marthen berpendapat bahwa BK telah salah menggunakan kewenangan dalam menyelidiki/menyidik, menuntut, mengadili dan memutuskan dugaan tindak pencemaran nama baik, maka objek keberatan buatan BK menjadi cacat hukum dan tidak sah menurut hukum, karenanya batal demi hukum.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/12/01/pdip-ntt-tegaskan-belum-perlu-ganti-posisi-enny-anggrek-dari-jabatan-ketua-dprd-alor/
Selain itu, menurut Marthen putusan BK juga dianggap salah prosedur objek keberatan. Ia menjelaskan bahwa prosedur keluarnya objek keberatan adalah salah, sehingga objek keberatan menjadi kabur atau tidak jelas.
“Karena Drs. Yulius Mantaon, dan kawan-kawan tidak memiliki legal standing sebagai para Pengadu atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik pemerintah daerah,” jelasnya.
Selain itu dalam surat Somasi juga Marthen menyatakan, dalil BK yang didesain dalam objek keberatan bahwa dikeluarkannya objek keberatan karena adanya pengaduan dari 16 Anggota DPRD Alor.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/12/07/dprd-alor-tegaskan-pemberhentian-enny-anggrek-dari-jabatan-ketua-murni-pelanggaran-etik/
Marthen menyayangkan keterangan teradu 16 Anggota DPRD yang menilai dan mengatakan bahwa pernyataan-pernyataan yang disampaikan Pengaju Keberatan kepada Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada tanggal 19 Oktober 2022 di Kupang adalah suatu perbuatan pencemaran nama baik pemerintah daerah.
Lebih lanjut kata Marthen, bahwa jika mengikuti alur logika alasan pemberhentian Pengaju Keberatan yang dirancang oleh BK demikian, maka menjadi jelas bahwa alasan tersebut adalah salah, karena semua jenis tindak pidana pencemaran nama baik yang dimaksud, misalnya di dalam Pasal 310 KUHPidana adalah delik aduan mutlak (absolute klacht delict).
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/11/27/kunker-ke-alor-kapolda-ntt-ingatkan-masyarakat-jangan-minta-dirinya-luluskan-anak-yang-ikut-tes-anggota-polri/
“Sehingga yang paling berhak membuat pengaduan adalah hanya oleh orang yang merasa dicemar atau oleh Pemerintah/diwakili Jaksa selaku Pengacara Negara, bukan oleh Sdr. Drs Yulius Mantaon dan kawan-kawan,” ujarnya.
Dengan demikian menurutnya, Sdr. Drs Yulius Mantaon, dan kawan-kawan tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk memperlakukan diri sebagai para Pengadu.
“Sdr. Drs Yulius Mantaon dan kawan-kawan adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Alor Yang Terhormat, bukan pemerintah, bukan pula wakil pemerintah, lebih lagi bukan juru pengadu pemerintah,” katanya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/11/29/breaking-news-bk-resmi-berhentikan-enny-anggrek-dari-jabatan-ketua-dprd-alor/
Oleh karena Sdr. Drs Yulius Mantaon cs tidak memiliki kedudukan hukum sebagai para Pengadu, maka seluruh materi pengaduan beserta keterangan para Pengadu menjadi cacat hukum dan tidak sah menurut hukum, sehingga objek keberatan adalah batal demi hukum.
Selain itu, kata Marthen, putusan BK DPRD Alor tersebut juga dinilai salah dasar hukum objek keberatan. Dasar rujukan objek keberatan yang didesain oleh BK yaitu termasuk Peraturan DPRD Alor Nomor 3 Tahun 2019 tentang Kode Etik DPRD dan Peraturan DPRD Alor Nomor 4 Tahun 2019 tentang Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Alor.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/11/29/ini-kronologi-alasan-sidang-bk-putuskan-pemberhentian-enny-anggrek-dari-jabatan-ketua-dprd-alor/
Marthen menjelaskan, bahwa kedua peraturan DPRD Kabupaten Alor yang dimaksud dalam objek keberatan itu sesungguhnya tidak ada, walaupun fakta membuktikan bahwa kedua peraturan tersebut masih dalam tahap rancangan (Ius Constituendum).
“Oleh karena kedua peraturan yang dimaksud dalam objek keberatan itu tidak ada, sehingga sejumlah pasal dan ayat di dalam kedua Rancangan Peraturan DPRD Kabupaten Alor tersebut, yang dikutip oleh BK menjadi rujukan menyelidiki dan memutuskan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik adalah menjadi cacat hukum dan tidak sah menurut hukum, karenanya batal demi hukum,” katanya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/11/29/enny-anggrek-keputusan-bk-dprd-alor-adalah-ilegal-dan-palsu/
Selain itu, hal yang disoalkan dalam putusan BK juga dianggap kontradiksi makna hukum kata ‘Pengaduan’ dan ‘Laporan’ dalam objek keberatan. Marthen berpendapat bahwa BK DPRD Alor yang mendesain objek keberatan menggunakan 2 (dua) kata yang kontradiktif makna hukumnya.
Penggunaan kata ‘Pengaduan dan ‘Laporan’, misalnya: pada dalil tertentu menggunakan kata ‘Pengaduan’, tetapi pada dalil lain menggunakan kata ‘Laporan’. Pada dalil tertentu menggunakan kata ’Pengadu’, tetapi pada dalil lain menggunakan ‘Teradu’.
Ia menerangkan, penggunaan kedua kata tersebut dalam satu frasa, misalnya ‘Teradu’ dan ‘Terlapor’, ‘Pengaduan/Laporan’, ‘Pengadu/Pelapor’, ‘Teradu/Terlapor’, ‘Laporan dari Pengadu’.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/12/01/pdip-ntt-tegaskan-belum-perlu-ganti-posisi-enny-anggrek-dari-jabatan-ketua-dprd-alor/
Sebab menurutnya kata ‘Pengaduan’ dan ‘Pengadu’ atau ‘Laporan’ dan ‘Pelapor’ adalah memiliki 2  makna hukum yang berbeda.
“Pengaduan (klacht) adalah pemberitahuan disertai pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya (vide Pasal 1 butir 25  KUHAP),” katanya.
Selain itu, laporan (aangfte) adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana (vide Pasal 1 butir 24 KUHAP).
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/11/29/enny-anggrek-keputusan-bk-dprd-alor-adalah-ilegal-dan-palsu/
Marthen menjelaskan bahwa dengan adanya penggabungan 2 (dua) kata yang berbeda makna hukum dalam dalil-dalil objek keberatan, maka semakin jelas bahwa Sdr. Drs Yulius Mantaon cs menjadi tidak jelas kedudukan hukumnya, yakni apakah mereka sebagai para Pengadu atau sebagai para Pelapor.
Hal lain yang disoalkan dalam putusan BK yaitu pemberian sanksi tidak melalui tahapan-tahapan. Menurut Marthen bahwa terlihat BK terindikasi tidak memiliki rasa terhormat, tetapi terindikasi rasa otoriter dan pemaksaan kehendak dalam mengeluarkan objek keberatan, tanpa terlebih dahulu memberikan hukuman (sanksi) teguran lisan dan sanksi teguran tertulis, tetapi langsung dengan sanksi pemberhentian Pengaju Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 Ayat (1) Peraturan DPRD Kabupaten Alor.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/11/25/komisi-iii-dprd-alor-dan-pupr-alokasi-dana-rp-9-miliar-bangun-jalan-lantoka-peitoko-tahun-2023/
Oleh sebab itu Marthen menegaskan bahwa putusan BK dianggap salah substansi objek keberatan, antara lain: Pertama; bahwa diterbitkannya objek keberatan karena adanya Pengaduan dari para Pengadu/Sdr. Drs Yulius Mantaon cs mengenai dugaan tindak pidana pencemaran nama baik terhadap pemerintah.
Maka sesungguhnya BK harus mengembalikan Pengaduan para Pengadu dan menyarankan agar para Pengadu melakukan pengaduan itu kepada Lembaga Yudikatif, yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan untuk melakukan proses hukum (pro justitia) sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/11/25/kpu-alor-usul-2-opsi-pemekaran-dapil-ke-kpu-ri/
Apabila putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa Sdri. Enny Anggrek, SH terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik para Pengadu, maka putusan itulah yang menjadi salah satu dasar BK dalam menyelidiki, mengadili dan memutuskan apakah Pengaju Keberatan diberhentikan dari Ketua DPRD Kabupaten Alor atau tidak.
Kedua; bahwa BK DPRD Alor dalam menyelidiki, mengadili dan memutuskan tidak menguraikan unsur-unsur tindak pidana pencemaran nama baik mana yang terbukti dan mana yang tidak terbukti, atau semuanya terbukti atau semuanya tidak terbukti.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/11/24/minyak-tanah-langka-dan-mahal-jelang-natal-pemda-alor-ancam-pidanakan-yang-main/
“Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Alor hanya secara subjektif dan serta-merta memutuskan bahwa Pengaju Keberatan terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik, dan serta merta pula memutuskan memberhentikan Pengaju Keberatan dari Jabatan Ketua DPRD Kabupaten Alor,” ujarnya.
Lebih dari itu, menurut Marthen, BK yang hanya 2 (dua) orang itu tidak meminta pendapat ahli untuk menjadi salah satu pertimbangannya dalam penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi untuk ditimbang dan diputuskan sesuai amanat Pasal 62 Ayat (3) Peraturan DPRD Kabupaten Alor Nomor 2 Tahun 2019 tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten Alor.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/11/19/bergabung-ke-perindo-alor-beny-kaho-optimistis-menang-caleg-dapil-i-dprd-alor/
“Dengan demikian menjadi jelas pula bahwa substansi objek keberatan adalah tidak jelas atau kabur alias abu-abu, bahkan salah karena tidak memiliki alasan yang benar menurut hukum sebagai dasar pemberhentian Pengaju Keberatan dari Ketua DPRD Kabupaten Alor,” ujar Marthen.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka para Advokat pembela Enny Anggrek melayangkan Somasi kepada Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Alor untuk segera melakukan hal-hal sebagai berikut:
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/11/18/pemkab-alor-susun-rancangan-perda-tentang-penyertaan-modal-daerah-pada-perusahaan-daerah-air-minum/
Pertama: Membatalkan dan mencabut Surat Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Alor Nomor: 1/BK/DPRD/2022 tanggal 29 November 2022 /objek keberatan;
Kedua: Menolak Sdr. Yulius Mantaon dan kawan-kawan/para Pengadu yang mendudukan diri seolah-olah sebagai korban tindak pidana pencemaran nama baik beserta materi pengaduannya;
Ketiga: Meminta Pimpinan DPRD Kabupaten Alor melakukan sidang Paripurna Pembatalan Pemberhentian Pengaju Keberatan dari Jabatan Ketua DPRD Kabupaten Alor dan mendudukan kembali dalam jabatan semula;
Keempat: Meminta Bupati Alor agar memerintahkan Sekretaris Daerah Kabupaten Alor segera membatalkan dan mencabut Surat Nomor: Nomor: 1.099/BU.030/BKAD/XI/2022, tertanggal 30 November 2022;
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/11/01/aksi-heroik-gubernur-ntt-selamatkan-anak-dan-ayahnya-yang-terjebak-banjir/
Kelima: Meminta Sekretaris DPRD Kabupaten Alor untuk segera menarik surat Nomor : 443/030/175/2022, tertanggal 2 Desember 2022;
Keenam: Menyatakan permohonan maaf kepada Sdri. ENNY ANGGREK, SH melalui semua media massa yang telah mewartakan masalah pemberhentiannya dari Ketua DPRD Kabupaten Alor selama 3 bulan berturut-turut;
Ketujuh: Memulihkan harkat dan martabat Sdri. ENNY ANGGREK, SH sesuai Hukum Adat Alor yang berlaku.
“Untuk butir 7 dan 8 tidak dilaksanakan manakala Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Alor melalui Pimpinan DPRD Kabupaten Alor bersama Pengaju Keberatan melakukan Perdamaian dalam nuansa kekeluargaan,” kata Marthen yang pernah menjabat Anggota DPRD Alor tiga periode itu.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/11/16/buka-acara-konven-di-kolana-bupati-alor-ajak-pemuda-sinode-gmit-buat-mukjizat/
Para Advokat memberikan batasan 3 hari untuk menjawab poin-poin Somasinya di atas. Apabila dalam tenggang waktu 3 (tiga) hari setelah BK menerima surat ini, namun tidak melaksanakan surat ini, maka jalur hukum menjadi pilihan solusi, yaitu:
Pertama: Pengaduan terhadap dugaan tindak pidana pencemaran nama baik yang dilakukan oknum-oknum yang memproduksi objek keberatan, 16 (enam belas) orang Anggota DPRD Kabupaten Alor yang mendudukan diri sebagai wakil korban dugaan tindak pidana pencemaran nama baik, dugaan tindak pidana pemalsuan surat terhadap oknum-oknum yang merubah jadwal sidang DPRD Kabupaten Alor tentang APBD Tahun Anggaran 2023, dan dugaan tindak pidana terhadap oknum-oknum pimpinan DPRD Kabupaten Alor;
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/10/30/17-korban-km-cantika-77-masih-hilang-operasi-sar-kupang-diperpanjang-3-hari/
Kedua: Gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Alor yang mendesain dan mengeluarkan objek keberatan, terhadap 16 (enam belas) orang Anggota DPRD Kabupaten Alor selaku para Pengadu yang bertindak seolah-olah sebagai wakil Pemerintah, terhadap Badan Musyawarah DPRD Kabupaten Alor yang merubah jadwal sidang APBD Kabupaten Alor secara illegal, dan gugatan terhadap Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Alor yang melakukan gelar sidang paripurna pemberhentian Sdri. ENNY ANGGREK, SH dari Ketua DPRD Kabupaten Alor;
Ketiga: Gugatan terhadap objek keberatan dan surat Keputusan Tata Usaha Negara lainnya sebagai akibat dikeluarkannya objek keberatan dalam sengketa Tata Usaha Negara.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/10/29/cari-korban-km-cantika-77-yang-hilang-keluarga-alor-temukan-bangkai-kapal/
Tembusan surat Somasi itu dikirim kepada Gubernur Provinsi NTT di Kupang untuk memohon tidak mengeluarkan Surat Keputusan pemberhentian Sdri. Enny Anggrek, SH/Pengaju Keberatan dari jabatan Ketua DPRD Kabupaten Alor. Tembusan surat itu juga dikirim kepada Kapolda NTT dan sejumlah pihak terkait.
DPRD: Surat Somasi Isinya Biasa Saja, Tak Berpengaruh Pada Putusan BK
Wakil Ketua DPRD Alor Sulaiman Singh merespon surat Somasi tim advokat Enny Anggrek yang dikirim kepadanya. Menurut Sulaiman, surat itu isinya biasa saja dan tidak akan mempengaruhi putusan BK yang telah diparipurnakan.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/10/25/kapolda-ntt-bentuk-tim-khusus-selidiki-kasus-terbakarnya-kapal-cantika-77/
“Surat itu isinya biasa aja. Gak ada pengaruhnya pada putusan BK itu de (wartawan),” kata Sulaiman, dikonfirmasi pada Kamis (8/12) di kantor DPRD Alor, Kalabahi Kota.
Sulaiman menyarankan Enny Anggrek dan PDIP menindaklanjuti surat pimpinan DPRD yang telah dikirim sebelumnya untuk menyikapi putusan BK.
Sebab ketentuan PP 12/2018 menghendaki surat itu harus dijawab partai politik selama 30 hari setelah menerima putusan BK dari pimpinan DPRD.
“Ranahnya sekarang itu ada di ranah partai. Jadi silahkan PDIP merespon itu sesuai ketentuan sampai batas waktu 30 hari. Jika tidak maka tentu kita akan mengambil langkah-langkah sesuai ketentuan yang ada. Kalau Somasi ini gak ada pengaruhnya de. Ini surat biasa aja, karena di luar ketentuan,” ujarnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/10/29/keluarga-di-alor-berangkat-mencari-korban-km-cantika-77-di-laut-timor/
Sulaiman juga menegaskan bahwa DPRD secara kelembagaan tidak akan membalas atau menjawab semua poin tuntutan surat Somasi tim hukum Enny Anggrek karena dianggap memang tidak perlu dibalas.
“Surat itu biasa aja. Ini surat isinya sama kayak kita sedang kangen-kangenan. Jadi gak perlu dibalas lah de. Gak penting,” tegasnya.
Sebelumnya pimpinan DPRD telah melayangkan surat kepada Ketua DPC PDIP Kabupaten Alor untuk menindaklanjuti putusan Badan Kehormatan yang memberhentikan Enny Anggrek dari jabatan Ketua DPRD Alor.
Wakil Ketua DPRD Sulaiman Singh mengatakan, pengiriman surat ke PDIP itu sudah dilakukan sesuai ketentuan PP 12/2028 dan Tatib DPRD No 2/2019. (*dm).