Kalabahi – Yayasan Pendidikan Kristen (Yapenkris) GMIT Pingdoling menggelar pelatihan bagi para pendeta di Tribuana Alor. Pelatihan ini bertujuan untuk mendorong partisipasi gereja untuk lebih berperan aktif berkontribusi bagi kemajuan dan peningkatan mutu pendidikan GMIT di Kabupaten Alor, Provinsi NTT.
Ketua Yayasan Pingdoling Alor Dr. Fredrik Abia Kande mengatakan, pelatihan ini Yapenkris telah mengahadirkan Dosen Atmajaya Jakarta, Dr. Pramudianto, M.Min.,M.M.,PCC untuk memberikan pelatihan kepada pendeta tentang perannya bagi kemajuan ratusan sekolah-sekolah GMIT di Kabupaten Alor.
Atas nama organ Yapenkris Pingdoling Alor dan semua civitas pendidikan di lingkup Pingdoling Alor, Dr. Fredik menyampaikan selamat datang kepada Dr. Pramudianto di pulau Alor.
“Kami sangat senang sekali coach Pram bisa hadir di tengah-tengah kami untuk memberikan materi bagi para pelayan,” kata Fredik dalam sambutannya, Senin (10/7) di gedung Gereja Betlehem Lipa, Kalabahi.
Dr. Fredik menjelaskan, sekolah GMIT ini sekolah berbasis komunitas, sekolah milik Gereja. Sekolah ini beda dengan sekolah-sekolah negeri.
“Karena dikatakan sekolah berbasis komunitas maka jalur untuk pengembangan sekolah itu pertama, kita menggunakan jalur sekolah. Jadi Yayasan mendayagunakan semua sumber daya yang ada di sekolah bahkan dalam fungsi-fungsi perencanaan program itu harus berbasis pada kebutuhan sekolah,” ujarnya.
“Jalur yang kedua, kita harus mendayagunakan sumber daya komunitas. Komunitas yang kita maksudkan adalah Jemaat-jemaat GMIT yang ada di lingkup Tribuana Alor, para pendeta, Ketua Majelis Klasis dan juga pemerintah daerah,” lanjut Fredik.
Karena itu menurutnya, pilihan untuk mentraining para pendeta ini bermaksud dalam rangka mendayagunakan komunitas sehingga di masa depan bisa memberikan efek kepada sekolah-sekolah yang adalah milik Jemaat, milik Gereja.
“Kami sangat mengharapkan sekali untuk semua kita bapak/ibu pendeta bisa secara aktif mengikuti sesi pelatihan ini sehingga apa yang sudah kami rancangkan sebagai agenda perubahan dari Yayasan, kita bisa mengerjakannya dalam semangat persekutuan,” harap Fredik.
Dr. Fredik memuji Dr. Pramudianto yang dianggap tepat menjadi Narasumber karena sebagai dosen Atmajaya, Dr. Pramudianto juga memiliki kompotensi dan segudang pengalaman dalam mengelola pendidikan Kristen di Yayasan Pendidikan Gereja Kristen Indonesia.
“Beliau ini orang yang sangat tepat untuk kita sekalian, dan saya yakin banyak pengalaman yang bisa coach bagikan bagi kita semua,” kata Fredik menutup sambutannya.
Sementara Ketua Badan Pembantu Pelayanan (BPP) Pendidikan GMIT Pdt. Jahja A. Millu, S.Th mengatakan, sejarah pendidikan Kristen ini bermula dari filosofi teologi Yesus yang menjadi guru dan pengajar.
Pdt. Jahja juga mengisahkan kisah Alkitab tentang Rasul Paulus dan Barnabas yang diutus menjadi pengajar di Antiokhia selama setahun. Menurutnya, hasil dari suatu pengajaran Paulus dan Bernabas itulah kemudian datang istilah Kristen.
“Karena itu hari ini kita merayakan bulan pendidikan oleh karena istilah kekristenan itu sendiri datang dari suatu proses belajar mengajar. Itu kata Alkitab,” katanya.
Pdt. Jahja menerangkan, kekristenan itu bukan sebuah agama yang tertutup. Kisah itu tertulis dalam Yesaya 29: 9-24.
“Karena kalau agama dengan butuh tertutup itu banyak mitologinya: agama akan kehilangan visi, agama akan bersifat sekedar hanya ucapan dari mulut, agama akan bersifat melanjutkan tradisi manusia, dan seterusnya,” ujarnya.
“Dan karena itu Yesaya mengatakan bahwa Kekristenan haruslah menjadi sebuah agama dengan butuh terbuka. Artinya agama tidak boleh jadi misteri, buku tidak boleh jadi misteri, ilmu tidak boleh jadi misteri dalam kekristenan,” ujarnya.
“Kalau kita belajar dari sejarah Calvin, pengaruh protestan sangat kuat. Setelah reformasi, dalam 8 tahun tulisan-tulisan Luther diterbitkan 1 juta kali tersebar di seluruh dunia karena saat itu bersamaan dengan penemu mesin cetak oleh Johannes Gutenberg,” katanya.
“Karena itu kita bertanya, siapakah pendeta? Pendeta adalah siswa di antara siswa. Karena pendeta adalah seorang pengajar di antara Jemaat-jemaat yang tiap hari dia ajar. Jadi pendeta itu statusnya adalah seorang siswa di antara siswa maka dia juga harus belajar,” sambung Pdt. Jahja sambil membuka kegiatan dengan resmi.
Kegiatan tersebut dihadiri puluhan pendeta dari 9 Klasis di Tribuana Alor.
Acara dilanjutkan dengan materi pelatihan Leader as Coach bagi Pendeta oleh Narasumber Dr. Pramudianto, M.Min.,M.M.,PCC, dengan tema: Jesus as a Coach.
Ketua Majelis Jemaat Elim Dadibira Pdt. Jeny Amelia Missa, mengaku bangga bisa mengikuti kegiatan pelatihan ini. Ia berharap Sinode GMIT bisa mengeluarkan edaran kepada seluruh pendeta GMIT untuk berperan aktif memberikan perhatian serius pada sekolah GMIT.
“Pelatihan kali ini sangat bagus sekali membekali kita para pendeta untuk tidak hanya memberikan pelayanan bagi gereja tapi juga memberi perhatian bagi pendidikan GMIT supaya sekolah-sekolah GMIT ke depan juga bisa menghasilkan anak-anak yang bermutu, tidak kalah saing dengan sekolah yang lain,” katanya.
“Harapannya kalau bisa pendeta-pendeta dikasih ruang, kasih kesempatan khusus untuk belajar mempersiapkan diri lebih baik lagi untuk memberi perhatian bagi sekolah-sekolah GMIT. Kalau bisa dari sinode mengatur itu supaya pendeta-pendeta juga terlibat secara aktif member perhatian pada sekolah,” ujarnya.
Pdt. Jeny juga berharap Sinode GMIT bisa mampu memetakan bakat dan potensi pendetanya khususnya yang berpengalaman mengajar untuk dipercayakan mengurus dan mengajar di sekolah GMIT.
“Banyak pendeta yang sebelum jadi vikaris dan pendeta itu punya banyak pengalaman mengajar di sekolah-sekolah di luar. Misalnya saya pernah mengajar di sekolah Kristen BPK Penabur di Jakarta. Kalau kita pernah ada di situ maka ada kerinduan besar supaya suatu waktu nanti kita juga bisa ada di sekolah-sekolah GMIT. Kan kita bisa mengajar pendidikan karakter agama Kristen,” harap Pdt. Jeny.
Setelah mengikuti materi, para pendeta kemudian bergabung dengan sekolah-sekolah GMIT untuk mengikuti pawai launching kebijakan re-branding sekolah GMIT yang dimulai titik star dari Kantor Klasis ABAL Lipa menuju gereja Pola Tribuana.
Setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan launching kebijakan re-branding, pelatihan kepemimpinan, workshop implementasi kurikulum merdeka, dan forum koordinasi stakeholher sekolah GMIT Yapenkris Pulingdon Alor.
Acara tekan tombol launching dilakukan oleh Asisten II Setda Provinsi NTT Ganef Wurgiyanto, A.Pi di dampingi Bupati Alor Drs. Amon Djobo, M.AP, Ketua UPP Pendidikan GMIT Pdt. Jahja A. Milu, KMK se-Tribuana Alor dan pendeta GMIT, Forkopimda Alor, kepala sekolah dan ratusan guru GMIT. (*dm).