Sinode GMIT dan Jakomkris Gelar Pelatihan Fasilitator Gereja Tangguh Bencana di Alor

Pdt. Niko Lumbakana, S.Th memberikan pelatihan kepada 68 Peserta pelatihan Gereja Tangguh Bencana dari Klasis-klasis se-Tribuana, tanggal 28 Oktober 2022 di GMIT Anainfar Kenarilang.
Pdt. Niko Lumbakana, S.Th memberikan pelatihan kepada 68 Peserta pelatihan Gereja Tangguh Bencana dari Klasis-klasis se-Tribuana, tanggal 28 Oktober 2022 di GMIT Anainfar Kenarilang.
Kalabahi –
Sinode GMIT dan Jaringan Komunitas Kristen Penanggulangan Bencana Indonesia (Jakomkris PBI) Yogyakarta menggelar pelatihan Fasilitator Gereja Tangguh Bencana di Kabupaten Alor, Provinsi NTT.
Kegiatan itu digelar selama tiga hari mulai tanggal 27-29 April 2022 di Gereja GMIT Anaimfar Klasis Alor Barat Laut.
Adapun peserta kegiatan berjumlah 68 orang yang terdiri dari 23 peserta dari Gereja-gereja se Klasis Abal ditambah 7 peserta dari Gereja-gereja Klasis tamu di Luar Klasis Abal.
Narasumbernya dari Sinode GMIT Pdt. Niko Lumbakana, S.Th dan Pdt. Paoina Bara Pa, S.Th. Sementara Narasumber dari Jakomkris Yogyakarta, Pdt. Sarlinda Kise, S.Th, Jefri Hingmo dan Ince Mau.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/05/17/pemkab-alor-gelar-festival-dugong-tanggal-18-19-mei-2022-berikut-rangkaian-acaranya/
Pdt. Paoina Bara Pa menjelaskan, kegiatan pelatihan Fasilitator Gereja Tangguh Bencana ini digelar atas kerja sama Jakomkris dan Sinode GMIT.
Kesepakatan jaringan kerja sama ini ditetapkan dalam persidangan Majelis Sinode pada akhir Februari tahun 2022 di GMIT Center Kota Kupang.
Menurut Paoina, awalnya Gereja Tangguh Bencana ini sebenarnya tema yang digagas oleh Jakomkris. Setelah itu Jakomkris meminta GMIT untuk mengutus Pendeta yang akan dilatih sebagai Fasilitator di Yogyakarta.
Angkatan pertama yang diutus ini Pdt. Dr. Linda Kise. Angkatan kedua ada tiga orang dari GMIT, yaitu Pdt Paoina Bara, yang kini menjabat sebagai Ketua Unit Tanggap Bencana Alam Sinode GMIT dan dua orang peserta dari Alor, yaitu Jefry Hingmo dan Ince Mau.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/05/17/bobby-kilaka-terpilih-pimpin-pengurus-alumni-fakultas-hukum-untrib-dekan-pesan-bangun-kolaborasi/
“Jadi di GMIT sekarang kami memiliki Fasilitator Gereja Tangguh Bencana itu ada empat orang. Kami dilatih di Jakomkris Yogyakarta pada akhir Oktober 2021,” katanya di sela pelatihan beberapa pekan lalu.
Setelah pelatihan di Yogyakarta, Pdt Paoina diminta untuk menindaklanjuti dengan membuat rencana tindak lanjut (RTL) Gereja Tangguh Bencana di GMIT.
Ia menerangkan, jauh sebelumnya itu, GMIT sendiri sudah punya Unit Bencana untuk Sinodal yang dibentuk MJ Sinode Periode 2015-2019 sebagai terjemahan dari Mandat Sidang Sinode di Rote Ndao.
Keputusan itu bahwa GMIT sudah harus punya struktur kebencanaan dalam dirinya sendiri. Sejak itu Pdt Paoina dipercayakan menjadi Ketua Unit.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/05/15/prodi-pendidikan-teologi-untrib-terima-pendaftaran-gratis-bagi-calon-mahasiswa-baru-tahun-2022/
“GMIT selain memiliki Tata Gereja, Haluan Kebijaksanaan Umum Pelayanan (HKUP) yang periodenya empat tahun. Dari HKUP itu kemudian diterjemahkan dalam program tahunan.
Kata Paoina, perintah HKUP di bidang eukonomia untuk penataan oikos rumah sebagai tempat berdiam segenap ciptaan.
“Ada perintah untuk unit tanggap bencana alam Sinode antara lain, pertama: mempersiapkan SOP-SOP. SOP yang sudah dihasilkan dari periode ini adalah, SOP Darurat Bencana. Ini juga akan disimulasikan dalam pelatihan Fasilitator di Alor sini,” ujarnya.
Selain itu, unit tanggap bencana alam sinode juga sudah mensimulasikan bagaimana untuk TPPO Korban Perdagangan Orang. Dan SOP pada korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, berbasis Gender, juga ada SOP HIV/AIDS.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/05/15/alvonso-gorang-launching-aplikasi-kajek-alor-layanan-transportasi-publik-berbasis-digital-perdana-di-alor/
Ada juga perintah untuk kebencanaan untuk memperkuat kapasitas warga GMIT untuk menghadapi bencana. Poin inilah yang disambungkan dengan kegiatan Jakomkris untuk pelatihan Fasilitator Gereja Tangguh Bencana.
“Kebetulan di GMIT sendiri struktur Gereja Tangguh Bencana itu belum merata. Ada yang sudah bentuk, ada yang belum karena menganggap bencana itu urusan pihak luar dan macam-macam. Tetapi hikmah dari badai Seroja kemarin membuat banyak jemaat-jemaat dan Klasis-Klasis merasa membutuhkan ada wadah/unit kebencanaan yang memang mesti menolong Majelis Jemaat untuk mendesain kesiapan baik darurat maupun pemulihan bencana,” jelasnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/05/07/kesal-sekda-tidak-menjawab-surat-ganti-sekwan-ketua-dprd-alor-sebut-ada-upaya-deskriminasi-kinerja-dprd/
“Jadi ketika saya mengusulkan pelatihan Fasilitator Gereja Tangguh Bencana pada tahun ini, oleh persidangan Majelis Sinode pada akhir Februari itu kita diterima. Setelah diterima, Klasis-Klasis yang merespon kegiatan pelatihan seperti ini adalah Klasis-Klasis di Tribuana. Mereka sepakat bikin di Klasis ABAL. Kedua itu Rote, ketiga itu Klasis di Sabu Raijua, dari total 53 Klasis di GMIT,” ungkapnya.
Pelatihan pertama dilakukan di Sabu Raijua dari tanggal 20-22 April 2022. Alor sementara ini dari tanggal 27-29 April dan di Rote nanti akhir Mei 2022.
“Jadi Seroja kemarin itu memang meluluhlantakkan semua. Ada banyak korban jiwa. Tapi di satu pihak Badai Seroja juga mendorong kita untuk segera cepat sudah, tidak boleh main-main lagi untuk persiapan. Kebutuhan kita saat ini adalah di Klasis-Klasis kalau bisa segera melatih mereka, memperkenalkan isu bencana dengan mempersiapkan sumber daya pelatihan kebencanaan,” ujarnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/04/30/dianggap-tidak-mendukung-tugas-dprd-ketua-dprd-alor-surati-bupati-tarik-daud-dolpaly-dari-jabatan-sekwan/
Pdt. Paoina Bara Pa, S.Th (kanan) dan Pdt. Sarlinda Kise, S.Th (kiri) di sela acara pelatihan Gereja Tangguh Bencana di GMIT Anainfar Kenarilang.
Pdt. Paoina Bara Pa, S.Th (kanan) dan Pdt. Sarlinda Kise, S.Th (kiri) di sela acara pelatihan Gereja Tangguh Bencana di GMIT Anainfar Kenarilang.
Pdt Paolin mengapresiasi Jakomkris karena badai Seroja waktu lalau, mereka ikut mendampingi upaya penangulangan bencana di GMIT. Jakomkris kala itu menyiapkan SDM, dana, pendampingan dalam masa darurat dan pelatihan para relawan.
Pdt Paolin menggaku bangga karena kegiatan pelatihan yang digelar di Alor ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah dan Klasis-klasis di Tribuana.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/04/30/bantah-tuduhan-ketua-dprd-pada-sekwan-sekda-alor-tegaskan-tidak-akan-mutasi-daud-dolpaly/
“Pak Bupati Alor kemarin di tengah-tengah kesibukan tapi masih sempatkan diri membuka kegiatan ini. Kami bersyukur sekali bahwa pelatihan ini adalah pelatihan yang dibutuhkan oleh masyarakat, gereja dan pemerintah. Dan menurut pak Bupati kemarin bahwa kegiatan yang dilakukan oleh GMIT ini adalah kegiatan yang satu langkah lebih cepat dari pemerintah,” katanya.
“Saya kira ini adalah dukungan yang luar biasa dari beliau bahwa ini memang kebutuhan kita bersama supaya masyarakat juga ketika menghadapi bencana, masih ada dalam lingkaran penta-helix ya. Ini artinya bahwa mengurus bencana itu tidak bisa satu pihak saja tetapi semua, ada Gereja, Pemda, NGO, organisasi masyarakat, Komunitas dan semua orang di Alor,” terangnya.
Pdt Paolin berharap di Alor ini Klasis-Klasis dan Jemaat bisa mempersiapkan dan melakukan pelatihan di masing-masing Jemaat dan membentuk unit masing-masing.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/04/29/berantas-stunting-laka-lena-sambangi-penderita-balita-beri-asupan-gizi-di-ttu/
“Harapan saya semoga segera membentuk struktur dan unit tanggap bencana alam, mendesain rencana dan kegiatan di masing-masing Klasis dan Jemaat,” ungkapnya.
Sementara itu, Badan Pengurus Dewan Pengarah Jakomkris Pdt. Sarlinda Kise, S.Th menjelaskan, Jakomkris ini dibentuk pada tanggal 9 September 2017. AD/ARTnya baru dibentuk tahun 2019.
Semangat membentuk Jakomris ini berawal dari diskusi-diskusi pasca pelatihan di Yogyakarta. Setelah itu para pendiri bersepakat bahwa jaringan ini perlu dibentuk dan diperluas ke daerah-daerah yang berpotensi rawan bencana.
Menurutnya, jaringan ini ada begitu banyak organisasi-organisasi yang terlibat, yang fokus pada isu kebencanaan.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/04/25/laka-lena-perlu-kolaborasi-semua-pihak-atasi-stunting/
“Jadi ada GEO, ada Yayasan Sion, ada NDS, ada Menonaib yang memang sudah dikenal secara nasional untuk kepentingan kebencanaan. Ada juga Gereja-gereja HKBP yang memang mereka bergumul dengan bencana Sinabung bertahun-tahun dan mereka punya banyak lembaga sosial yang bergabung di jejaring ini,” jelasnya.
Pdt. Sarlinda Kise menyebutkan bahwa alasan dibentuknya Jakomkris ini karena mengacu pada kajian sebaran ancaman dan kerentanan terhadap bencana dan intensitasnya semakin hari semakin tinggi di sejumlah daerah.
Kemudian, gereja sendiri belum memiliki kesadaran untuk memiliki legitimasi bahwa mereka juga adalah bagian dari orang-orang yang dipanggil untuk menanggulangi bencana.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/04/18/viral-tim-sar-alor-evakuasi-nelayan-di-tengah-pusaran-arus-ombay/
“Karena selama ini soalnya bahwa kita masih anggap bencana ini tanggung jawabnya masih ada di pemerintah,” ujarnya.
Oleh sebab itu Jakomkris mendorong gereja-gereja supaya punya kesadaran dan tanggung jawab untuk mengambil bagian dalam masalah penanggulangan bencana.
Sebab bagi Jakomkris, kalau mau memberdayakan suatu masyarakat maka harus dimulai dari komunitas terkecil yaitu keluarga di dalam jemaat-jemaat.
“Itulah sebabnya baru tiga tahun terakhir ini dilakukan pelatihan-pelatihan tentang Gereja Tangguh Bencana,” kata Pdt Sarlinda Kise.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/04/12/rakorda-organisasi-sayap-partai-gerindra-ntt-usung-tema-prabowo-presiden-gerindra-menang-pemilu-2024/
Ia juga mengisahkan perubahan pada konsep nama. Menurutnya pelatihan pertama itu namanya gereja siaga bencana, lalu kemudian karena berbagai evaluasi diganti kata Siaga dengan Tangguh.
Sebab kalau siaga itu kesannya hanya siap saja tapi tidak berproses dengan aksinya karena itu dirubah menjadi Gereja Tangguh Bencana.
Pdt. Sarlinda Kise mengisahkan awal ia ikut menjadi peserta pelatihan di Yogyakarta. Kala itu Jakomkris ini memberikan informasi secara luas kepada siapa saja yang mau merespon ikut pelatihan.
“Di situlah ada angkatan pertama dari GMIT. Jadi ini tidak pergi secara lembaga tapi kami pergi sebagai Gereja pada waktu itu dan kebetulan saya memang badan pengurus, biasanya di setiap pelatihan itu ada rapat-rapat pengurus jadi saya pergi untuk rapat pengurus,” terang dia.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/04/12/4-kader-dicalonkan-jadi-ketua-partai-demokrat-alor-ini-sosoknya/
“Kemudian gereja kami mendaftar mengutus satu orang untuk pergi latihan. Nah dari hasil pelatihan itulah kami melakukan evaluasi perubahan nama lalu kami mengusulkan supaya bisa bermitra dengan Sinode GMIT. Jadi menghadirkan orang yang ikut pelatihan itu harus terikat dengan Sinode-sinode,” sambung dia.
Pdt. Sarlinda Kise menyebutkan bahwa saat ini Jakomris telah mengembangkan pelatihan yang sama di berbagai daerah yang rawan bencana. Ia harap pelatihan di Alor ini dapat berjalan baik sehingga memberikan manfaat bagi Gereja dalam menghadapi bencana alam. (*dm).