Anggota DPRD Naboys Talo Beberkan Ricuh dengan Bupati Alor Ketika Bahas Hibah Tanah ke PT Pertamina

Anggota DPRD Alor F-Demokrat, Naboys Talo (kanan) di dampingi suaminya Muaz Abdulrachman Kamis, ketika jumpa pers di rumahnya, Senin (13/9) di kompleks Swah Lama, Kalabahi.
Anggota DPRD Alor F-Demokrat, Naboys Talo (kanan) di dampingi suaminya Muaz Abdulrachman Kamis, ketika jumpa pers di rumahnya, Senin (13/9) di kompleks Swah Lama, Kalabahi.
Kalabahi –
Ketua Fraksi Demokrat DPRD Alor, Naboys Talo, buka-bukaan soal ricuh dengan Bupati Alor Drs. Amon Djobo dalam sidang paripurna rancangan perubahan APBD tahun 2021. Kericuhan itu terjadi pada saat pembacaan pendapat F-Demokrat yang menyinggung tentang hibah asset tanah Pemkab Alor kepada PT Pertamina TBBM Kalabahi Alor hingga ada hibah dana Rp 521 juta dari Pertamina yang masuk dalam postur APBD Murni 2021.
Naboys Talo mengatakan, dia berbeda pendapat dengan Bupati Amon Djobo pada saat sidang hari Kamis, (9/9) di gedung DPRD, Kalabahi Kota, membahas asset tanah Pemkab yang dihibahkan kepada PT Pertamina TBBM Kalabahi dan juga ada dana hibah dari PT Pertamina TBBM Kalabahi kepada Pemkab Alor sebesar Rp 521 Juta.
Anggota DPRD Alor Naboys Talo menegaskan bahwa proses hibah tanah yang dilakukan Pemkab Alor dengan PT Pertamina pada tahun 2018 lalu, tanpa ada persetujuan dari DPRD Alor Periode 2014-2019 karena agenda hibah asset itu tidak pernah dibahas dan disetujui dalam ruang sidang DPRD Alor.
Naboys adalah Anggota DPRD F-Demokrat yang juga menjabat di Periode 2014-2019. Dia juga mempertanyakan dasar aturan penyerahan hibah dana CSR sebesar Rp 521 Juta dari PT Pertamina TBBM Kalabahi ke Pemkab Alor yang terbaca dalam postur APBD perubahan tahun anggaran 2021.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/09/14/dicopot-dari-jabatan-kadis-kominfo-alor-tanpa-sebab-muaz-kamis-biarkanlah-saya-jadi-tumbal-untuk-daerah-ini/
Cerita ini Naboys lakukan ketika jumpa pers dengan seluruh media pada Senin (13/9) di rumahnya, Sawah Lama, bersama suaminya Muaz Abdulrachman Kamis pasca suaminya dicopot Bupati Alor dari jabatan Kadis Kominfo Alor pada tanggal 9 September 2021.
Berikut cerita Naboys Talo ricuh dengan Bupati Amon Djobo:
Terima kasih teman-teman pers semua. Luar biasa malam hari ini kita bisa berkumpul. Saya perlu menyampaikan tentang peristiwa tanggal 9 September tahun 2021 saat kami seluruh fraksi menyampaikan pandangan fraksi terhadap Nota Keuangan atas rancangan perubahan APBD tahun anggaran 2021 dan dua buah rancangan peraturan daerah yaitu perubahan RPJMD 2019-2024 dan susunan perangkat daerah bagi pembentukan Kecamatan ABAD Selatan.
Jadi dalam pengantar Nota Keuangan itu disampaikan ada bantuan dari Pertamina Pusat, BUMN itu dana sebesar Rp 521 juta lebih yang dia masuk pada pos dana hibah. Sehingga kami sedikit trauma dengan kasus waktu lalu masa kepemimpinan Bapak Bupati Simeon Th. Pally yang mempergunakan dana hibah untuk bantuan ke bagian pembangunan, yang pada akhirnya terkena masalah hukum dan dia dipenjarakan. Itu membuat kami mengejar (mempertanyakan) bagaimana Pertamina bisa menghibahkan uang sejumlah 521 juta itu masuk ke postur APBD perubahan tahun anggaran 2021. Karena hibah ini dari BUMN masuk untuk pemerintah ini memang suatu hal yang aneh, karena saya sudah DPRD 3 periode tidak pernah ada seperti ini. Dan bukan saya sendiri di Fraksi Demokrat yang mempertanyakan itu tapi ada juga dari Fraksi Golkar, Fraksi PDIP, semua pada angkat mempertanyakan itu.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/09/11/ia-menolak/
Nah, kebetulan dari pemerintah menyajikan data dukung. Data dukung bahwa bantuan Pertamina pusat kepada pemerintah lewat dana CSR 521 juta itu karena Pak Bupati telah mengajukan surat permohonan kepada DPRD pada tahun 2018, dengan nomor surat yang sudah dicantumkan. Atas dasar data dukung itu dan disetujui oleh Dewan. Sementara saya merasa kami tidak pernah membahas dalam lembaga DPRD pada tahun 2018 dalam tahapan persidangan DPRD tentang penyerahan aset daerah atau barang milik daerah kepada Pertamina. Itulah yang saya angkat dalam pendapat fraksi dan kita semua fraksi-fraksi pada angkat semua.
Tiba saatnya saya Fraksi Demokrat angkat di atas mimbar dan masuk pada bantuan Pertamina Pusat itu saya dengar beliau (Bupati Amon Djobo) sudah ribut tapi saya tidak mau menanggapi, saya tetap baca. Entah ributnya ini kenapa? Saya diam saja. Karena saya lihat beliau Panggil Asisten I itu dua kali, panggil lagi Kadis Keuangan itu 1 kali dan beliau keluar masuk ruangan tidak mau mendengar apa yang saya sampaikan dalam pendapat fraksi. Padahal kan sebentar ada hak jawab lewat jawaban Bupati, kenapa harus ribut begitu? Kalau memang yang saya sampaikan itu salah begitu.
Kami menjalankan kami punya fungsi pengawasan. Kami mempertanyakan kalau sesuai aturan ya sudah to tapi kalau memang itu salah ya kita bicarakan, cari solusi begitu. Setelah baca saya pergi duduk dan saya orang ketiga yang membacakan pendapat fraksi partai Demokrat. Setelah semua fraksi-fraksi menyampaikan, ada jawaban dari Bupati. Tapi beliau alasan bahwa karena dokumen sudah ada di tangan maka dia memberikan gambaran umum saja. Dan seluruh fraksi itu dia hanya menyampaikan terima kasih, terima kasih saja tapi saat di Demokrat dia langsung sampaikan tentang pembangunan Pasar Lipa yang disampaikan oleh beberapa fraksi itu nanti saya akan jelaskan.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/09/11/batas/
Jadi saya diam dan mendengar begitu dia menjelaskan tentang pertanyaan dari fraksi Demokrat terhadap bantuan dana dari Pertamina Pusat 521 juta, langsung dia pukul meja bahwa di tempat ini saya sudah menjelaskan berulang kali, Sekda pun menjelaskan di ini tempat dan dewan sudah menyetujui. Kenapa dipersoalkan? Kalian anggota dewan lama ini 13 orang seharusnya mengerti, kecuali yang baru yang mempertanyakan. Dia (Bupati) bilang begitu. Terus dia bilang waktu lalu itu kami ada pertemuan di itu hotel yang di belakang Masjid Istiqlal di Kupang, tapi tidak ada yang bisa menjawab tentang itu nama hotel apa? Lama sekali dia omong ulang-ulang itu hotel di belakang Masjid Istiqlal, tidak lama ada yang menjawab bahwa itu Hotel Borobudur. Langsung dia bilang, ha itu kami sudah melakukan pertemuan di situ bersama Pertamina Pusat untuk membicarakan hal itu. Dan itu bersama Pak Man (Sulaiman Singh, Anggota DPRD Alor F-Golkar), begitu. Langsung dia bilang iya to Pak Man? Pak Man bilang iya begitu. Dia bilang jadi tidak perlu dipersoalkan ini bantuan atau membantu daerah, masyarakat. Nanti besok saya suruh itu Pertamina tutup saja karena bantuan kepada pemerintah ditolak DPRD. Dia bilang begitu. (Dia lanjutkan) Saya ini orang semasa (Bupati) Bapak Ans Takalapeta memimpin persidangan di DPRD selama ini, tidak ada orang lain, hanya saya. Dan saya punya hak, saya mau hibahkan atau tidak itu saya punya hak. Di bawah 5 Miliar itu saya punya hak. Dia bilang begitu.
Saya tidak emosi. Saya tetap dengar semua apa yang dia sampaikan. Terus dia sambung bahwa, iya kembali pada (pembangunan) Pasar Lipa. Pasar itu, itu pejabat Kepala Dinas itu, saya akan PLT-kan dia. Karena itu suatu kejahatan yang dia lakukan, begitu. Dia tidak sebut siapa namanya? Terus dia lanjut lagi, itu Kadis Perdagangan, dia lanjut lagi kalimat, itu Kadis yang mendesain. Entah mendesain apa, saya diam saja mendengar. Dan dia bilang lagi, saya akan kasih dia naik karang. Jadi dia balik tunjuk itu entah Asisten atau siapa di situ yang ditunjuk, dia bilang buat laporan polisi. Dia sambung lagi bahwa itu rumah dinas yang sudah dihuni oleh itu ASN yang sudah beranak cucu di dalam, buat surat. Dia perintah entah ke siapa, saya tidak tahu.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/09/11/menakar-dimensi-kkn-dan-maladministrasi-dalam-penyerobotan-tanah-pembangunan-tpa-lembur-alor-ntt/
Saya Bupati kok. Dia bilang begitu. Saya punya hak (hibah tanah daerah kepada PT Pertamina). Jadi tidak perlu dipersoalkan. Tapi sepanjang itu dia tidak pernah menatap saya. Tatapannya itu ke yang lain di sayap sebelah, tidak ke saya. Dia sepanjang itu tidak sebut saya atau koi atau lu, tidak. Dan sepanjang dia menyebut Kadis Perdagangan, saya juga tidak mau tanggapi. Kalaupun dia sebut nama pun saya tidak mau tanggapi karena itu urusan antara bawahan dan atasan. Jadi begitu dia sudah marah-marah selesai, saya memang sudah kasih nyala Microfon, saya harus interupsi bicara untuk klarifikasi. Begitu selesai, saya interupsi. Dia bilang saya mau pulang, saya tidak perlu mendengar banyak, saya mau pulang. Saya tetap interupsi, ibu Ketua DPRD lihat, saya bilang saya Naboys Talo, saya mohon bicara Ibu Ketua. Ibu ketua persilahkan, saya terima kasih atas kesempatan yang diberikan. Saya bilang saya langsung saja kepada Pak Bupati. Saya tidak bermaksud berbantahan. Saya mau klarifikasi. Saya mau luruskan apa yang Bupati sampaikan. Langsung dia (Bupati) bilang tidak perlu, tidak perlu, tidak perlu, kayak orang kesurupan. Saya mau pulang, saya mau pulang, saya mau pulang, dia bilang begitu.
Saya sendiri tidak mengerti. Kok bicara habis kita mau jawab kok tidak mau dengar. Dan dia bangun keluar dan dia tidak mau dengar, dia keluar ikut pintu samping. Belum tutup sidang dia sudah ke luar. Tapi saya bilang silakan Pak Bupati mau ke luar. Saya tetap bicara. Saya sampaikan, pimpinan saya mau sampaikan penyerahan tanah hibah itu kepada Pertamina, DPRD tidak pernah bahas dalam ruang sidang ini. Ini tempatnya untuk bahas mencapai musyawarah mufakat. Sekali lagi saya mau sampaikan, tidak pernah dibahas, dan itu sebuah kesalahan fatal yang dilakukan. Itu aset daerah yang harus kita bicarakan dan kita putuskan bersama. Dan saya ingat betul saat itu yaitu karena peristiwa ini membuat Pak Wakil Ketua II Sulaiman singh bersama Pak Ramlan Rasyidin Kabid Aset, berkonsultasi ke Depdagri dan Depdagri menolak kalau itu dihibahkan kepada Pertamina. (Petunjuk Depdagri) Kalau bisa dalam bentuk kerjasama operasional sehingga menambah pendapatan asli daerah atau PAD.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/08/14/serobot-lahannya-warga-alor-cegat-proyek-tpa-sampah-lembur-senilai-rp-15-miliar/
Jadi saat dia keluar itu sepertinya pak Sekwan ada keluar panggil, dia kembali masuk lagi tapi tetap dia tidak mau dengar dan dia mau pulang. Dia tetap tidak mau dengar apa yang saya sampaikan. Dan dia bilang saya lapor polisi. Saya bilang lapor saja, saya akan ikut. Lebih terang benderang lebih baik dan saya akan ikut, saya bilang begitu. Entah dia keluar itu dia bateriak seperti apalagi saya sudah tidak dengar. Saya bilang, Bapak ini barang milik negara, bukan kita dua punya uang pribadi, jadi kita bicara dalam ruangan ini. Kami diutus rakyat datang ini untuk melakukan fungsi pengawasan kami. Bagaimana kami mau awasi juga bapak tidak mau? Dia ada ribut di situ sampai keluar dari kantor itu turun (tangga). Saya sedikit menyesal karena saat itu ada wartawan tapi kok berita seperti enak begini saya tidak didekati wartawan. Saya sempat mengeluh ke Ibu Ketua. Tapi malam ini saya bilang ya tidak apa-apa, saya dengan suami baku omong, saya bilang sudahlah kalau bisa kita kita panggil saja undang wartawan semua biar ini diberitakan bunyi sudah di media tentang masalah ini, begitu.
Yang saya sedikit tidak setuju (dari Bupati Alor adalah), jangan menyebut nama keluarga kami. Saya sampaikan pendapat fraksi, kenapa harus singgung orang tua (saya) yang tinggal di rumah dinas beranak cucu segala macam. Memang kami orang tua itu (PNS) zaman dulu gaji tidak seberapa. Mereka tidak bisa membangun istana tetapi mereka itu tinggal ditunjuk dengan surat keputusan Bupati untuk menempati rumah itu dan saya punya orang tua tinggal sejak di tahun 61 kami belum lahir semua dan orang tua saya belum menikah. Ada suratnya resmi dari Bupati dan kami tiap bulan dipungut untuk membayar retribusi sewa rumah itu. Saya tanya Kadis Aset tiap bulan semua retribusi rumah dinas yang masuk PAD itu ada Rp 200 juta. Itu per bulan, bukan per tahun. Jadi bukan kami tinggal gratis. Kenapa semua orang ada tinggal di rumah dinas tidak dibicarakan, tetapi saat saya menyampaikan, malah menyampaikan kalimat itu, berarti sasarannya kepada orang tua saya, begitu. Itu yang saya menyesal. Tapi kalau pada waktu itu masuk dalam ruangan dan kita bicarakan pasti lebih alot tetapi lebih memilih jalan.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/08/14/sengketa-lahan-proyek-tpa-lembur-diadukan-ke-dprd-alor/
Hari ini saya mau sampaikan pada teman-teman Pers bahwa beliau (Bupati Amon Djobo) itu manusia orang yang tidak pernah berterima kasih atas orang punya jasa terhadap dia. Saya perlu sampaikan, saya perempuan yang ditunjuk dari Partai Demokrat sebagai partai pengusung Paket AMIN (Jilid) kedua (Amon Djobo-Imran Duru di Pilkada Alor 2018), dan saya punya posisi bendahara sudah dua periode, saat dia maju dalam paket AMANAT (Amon Djobo-Taufik Nampira di Pilkada Alor 2009) dan dia maju pada paket AMIN jilid II.
Saya perempuan yang mendampingi dia keliling kampanye di Pantar. Semua partai yang mendukung itu hanya PKS tambah dengan PPP Pak Lagani dan saya itu yang berbarengan kampanye keliling Pantar. Ada satu peristiwa yang kalau dia saya omong malam ini Bapak dorang tulis, dia ingat dan dia sangat menyesal yaitu kasus di Desa Tude kampung Puntaru. (Dia) disuguhkan tuak dia minum 2 kali. Saya masih sempat tegur. Pak Wakil Bupati itu menolak dan berikan kepada pengawal Polisi yang minum. Saat dia (Bupati Amon Djobo) minum, acara kampanye mau mulai, berdirilah dia kampanye dan dia dalam posisi tagoyang, hampir mau tumbang. Saya lari naik di panggung dan saya ambil itu mic dan saya lanjut kampanye. Saya arahkan Pak Ali Hasan untuk jemput dia turun. Itu yang berita berkembang di Kalabahi bahwa dia semaput, dan memang dia tidur. Hampir mati. Saya lari ambil air panas, angkat dia punya kepala kasih minum karena tidur di orang punya kamar. (Saya) ambil orang punya nasi siram air panas, cari bubur tidak dapat jadi air panas ini yang siram kasih masuk dia punya mulut bahkan gosok minyak angin di dia punya perut. Kalau tidak dia sudah mati dan dia tidak Bupati yang sekarang baru dia rasa hebat seperti ini.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/09/09/gagas-spot-wisata-baru-di-alor-untrib-optimis-ada-lonjakan-wisatawan-pasca-pandemi/
Jadi saat itu kampanye itu saya, Pak Ali Hasan dan Pak Wakil Bupati (Imran Duru) yang melanjutkan kampanye. Dia sudah tidur. Itu polisi pengawal semua berdiri dan (dia) hampir mati ini keringat keluar semua. Saya angkat dia punya kepala begini isi air, isi bubur, isi nasi. Dia bilang sudah tanta, saya tidur sedikit. Dia sadar 3 jam dan kita keluar. Jadi saya sempat marah itu kepala desa karena itu saya punya teman kontraktor Pak Moris Moribu. (Saya bilang) Saya sudah tegur tadi kenapa lu kasih minum? dan di mobil dalam perjalanan itu dia telepon dia punya istri bilang, mama hampir saya mati, untung baik ada tanta Boys, kalau tidak saya sudah mati. Dan memang dia cerita juga bahwa dia sudah diingatkan oleh Pendeta saat keluar bahwa akan dapat halangan di jalan. Sampai di Bagang pun saya masih menyimpan rumah orang pung kamar untuk dia tidur dan saya lari cari bubur untuk dia makan. Saat itu kalau saya tidak urus, dia mati, dia tidak jadi Bupati seperti ini. Dia merasa terlalu berkuasa.
Saat itu saya menyesal, teman-teman 13 orang yang lama (di DPRD) kita tidak pernah bahas (hibah tanah ke Pertamina), (mereka) tidak mampu menjawab seperti apa yang saya jawab dan biarkan saya sendiri (berdebat) dengan dia (Bupati). Mereka (13 anggota DPRD lama) semua memilih diam.
Kami ini bukan lu punya bawahan. Kami ini Anggota DPRD yang dipilih rakyat untuk mengawasi lu, begitu. Uang yang kita setuju untuk lu pakai, setelah itu lu balik dan bertanggung jawab dengan kita. Bukan lu punya uang pribadi jadi kita tanya lu marah. Jadi saya minta teman-teman itu peristiwa di Kampung Puntaru Desa Tude itu tulis baik-baik untuk dia nikmati. Kalau bukan saya, lu sudah mati dan lu bukan Bupati sekarang. Saya untung hari itu (9/9) dia tidak tunjuk saya punya mata biji saat di ruang sidang, itu (kalau terjadi) saya tidak mau tahu lagi, pasti kita baku rau habis-habisan. Dan saya tunggu ini, dia bilang dia mau lapor saya di Polisi. Saya tunggu panggilan polisi walaupun saya tahu saya punya hak imunitas dewan.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/09/05/badan-bahasa-merevitalisasi-bahasa-retta-di-pulau-ternate-alor/
Saya akan koar-koar terus biar Pertamina Pusat tahu bahwa DPRD tidak pernah menyetujui (hibah tanah Pemkab ke Pertamina). DPRD mana yang setuju untuk hibah tanah Pertamina itu. Orang pedagang ko dia malah mau suruh Pertamina tutup, heeeee….? Pertamina ini kita pigi beli dia punya solar ini, dia punya bensin bukan kita pigi ambil gratis. Dia (Pertamina) bisnis ko.
Jadi teman-teman, saya mau sampaikan kenapa kami masih trauma dan kami harus bertanya, karena kasus ini Bapak Simeon Th. Pally masuk penjara gara-gara dana hibah Rp 1,6 Miliar itu. Itu yang hibah sesama dalam lingkup pemerintah saja salah apalagi ini dari Pertamina Pusat masuk ke postur APBD. Jadi contohnya begini, kita selalu penyertaan modal ke Bank NTT, itu ada devidennya yang dia masukkan sebagai PAD. Tetapi karena penyertaan modal kita itu begitu besar maka ada bantuan dana dari Bank semacam CSR begitu, bantuan ke masyarakat kecil, dan itu kan tidak masuk dalam postur APBD. Bagaimana Pertamina punya (hibah Rp 521 juta) ini mau masuk dalam postur APBD? Lalu kita kejar ternyata ini karena hibah tanah jadi menghargai. Itu begitu. Jadi kami punya tugas bertanya, tidak maksud menuduh. Anda punya hak menjawab bahwa ini sesuai aturan jadi sudah, selesai. Kenapa harus ribut dengan saya? Ini dia punya kerja hanya ribut dengan perempuan saja. Dia tidak mau ribut dengan laki-laki, hanya ribut dengan perempuan saja. Jago itu jago dengan laki-laki, jangan jago dengan perempuan. Jago dengan laki-laki itu baru jentelmen.
Intinya, saya pengen Pertamina Pusat tahu bahwa tidak ada persetujuan DPRD atas pemberian hibah tanah ke PT Pertamina Kalabahi.
Sementara, Bupati Alor Drs. Amon Djobo belum bisa dikonfirmasi media ini karena beliau sedang tugas keluar kota. (*dm).