Penasehat Hukum tersangka Goliat Saiputa, Lomboan Djahamou, SH, meminta penyidik Kejaksaan Negeri Alor membebaskan kliennya dari jeratan hukum dalam skandal korupsi dana alokasi khusus atau DAK Pendidikan Alor tahun 2019 senilai Rp 27 Miliar.
Dia menyebut, kliennya itu bukan pihak yang seharusnya ikut bertanggungjawab dalam kontrak kerja dengan pejabat pembuat komitmen atau PPK, melainkan ia hanyalah pekerja biasa.
Lomboan mengatakan, kepala sekolah adalah pihak yang membuat kontrak dengan PPK dalam proyek pekerjaan pembangunan gedung Pepustakaan SMP Negeri Martaing tahun 2019 senilai Rp 150 juta.
Sementara itu Tim PHO (Provisional Hand Over) juga ikut bertanggungjawab dalam kasus pembangunan proyek Perpustakaan SMP Maritaing karena mereka adalah pihak yang memeriksa pekerjaan. Hasil pemeriksaan dan serah terima sementara pekerjaan itupun sudah dinyatakan 100% tuntas, tak ada masalah.
“Dana DAK Swakelola ini yang membuat Kontrak dengan PPK itu kan Kepala Sekolahnya. Artinya kalau memang pekerjaan Pepustakaan SMP Negeri Martaing tahun 2019 senilai Rp 150 juta itu ada kerugian Negara maka dia (Kepsek) yang bertanggungjawab. Bukan klien saya. Jadi saya minta semua kepala sekolah yang pekerjaannya bermasalah itu harus ditangkap, diperiksa semua dan dijadikan tersangka,” kata Lomboan dalam jumpa pers di kantor Kejaksaan Alor, Senin (19/9).
Ia menerangkan, ditetapkannya kliennya sebagai tersangka dan ditahan dengan tuduhan melakukan tindak pidana korupsi dalam pengerjaan proyek Pepustakaan SMP Negeri Martaing, tentu bertolak belakang dengan fakta yudiris yang objektif, terbuka, esukatif dan adil.
Sebab fakta hukumnya yang terikat kontrak kerja pada pengerjaan proyek Perpustakaan SMP Negeri Marataing tahun 2019, ialah PPK Dinas Pendidikan dan kepala sekolah. Maka segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan Perpustakaan itu merupakan tanggung jawab PPK dan Kepala Sekolah.
Karena faktanya, kliennya boleh disebut hanyalah pekerja atau tukang dan masyarakat lokal yang beralamat KTP penduduk Alor Timur yang bisa mengerjakan proyek swakelola itu sesuai Juknis Pengelolaan Dana DAK Pendidikan Tahun 2019.
“Klien saya Goliat Saiputa ini diberi kepercayaan dari Kepala Sekolah selaku penanggung jawab berdasarkan KSO untuk menyelesaikan pembangunan Perpustakaa SMP Negeri Marataing,” jelasnya.
Hal itu sesuai sesuai Surat Perjanjian Kerja Sama Operasional pasal 1 poin B dan D yang berbunyi; Dana Alokasi Khusus dapat mewujudkan peran serta masyarakat dalam kegiatan Diknas. Dana Alokasi Khusus juga dapat menggerakkan roda perekonomian masyarakat bawah melalui jalur Diknas.
“Sehingga apabila terjadi kerugian negara dalam pengerjaan Perpustakaan SMP Negeri Marataing maka semestinya menjadi tanggung jawab PPK Diknas dan Kepala Sekolah,” lanjut Lomboan.
Sebab menurutnya, fakta yuridisnya Kepsek dan PPK yang bersepakat dalam suatu ikatan perjanjian kerja sama operasional yang disebut KSO dan Tim PHO yang memang dibiayai negara untuk melaksanakan tugas. Apalagi pekerjaan ini sudah dinyatakan selesai 100 persen oleh Tim PHO dan sesuai hasil pemeriksaan BPK RI.
“Untuk itu, kami berpendapat bahwa klien kami bukanlah pihak yang bertanggung jawab, apalagi sebagai pihak yang menimbulkan terjadi kerugian negara dalam proyek pengerjaan Perpustakaan SMP Maritaing tahun 2019. Bagaimana mungkin orang lain yang bersepakat, orang lain yang membuat suatu ikatan Perjanjian Kontrak tapi ko orang lain justru ditangkap dan ditahan,” kesalnya.
Lomboan kemudian memberikan contoh pada penyidikan kasus korupsi proyek MBR di Wolibang Kecamatan Kabola dan kasus korupsi proyek pelabuhan Jeti di Alor pada beberapa tahun lalu.
Kedua kasus tersebut saat itu ditangani penyidik Kejaksaan Alor namun penyidik tidak mentersangkakan dan memproses pihak yang melakukan pekerjaan, namun justru mentersangkakan pihak yang menandatangani perjanjian kontrak.
“Dengan demikian untuk kepentingan mencerdaskan bangsa, maka penegak hukum termasuk Kejaksaan Negeri Alor juga wajib menyatakan secara terbuka ke publik Alor tentang ukuran obyektivitasnya menegakkan hukum sesuai kekuasaan dan kewenangannya terhadap kasus dugaan korupsi dan kerugian negara yang ada pada klien kami,” ujarnya.
Jika penyidik Kejaksaan tidak menghentikan penyidikan perkara kliennya maka Lomboan akan mati-matian membela kliennya di Pengadilan Tipikor Kupang.
Jaksa: Penetapan Tersangka Goliat Saiputa Cs Sesuai Prosedur Hukum
Kepala Kejaksaan Negeri Alor Abdul Muis Ali, S.H., M.H, melalui Kepala Seksi Pidana Khusus, Ari Wicaksono menerangkan, penetapan tersangka Goliat Saiputa dan 6 tersangka lainnya dalam kasus DAK Pendidikan Alor tahun 2019, sudah sesuai prosedur hukum.
Jaksa Ari malah meminta Lomboan Djahamou untuk menyaksikan pembuktian JPU dalam surat dakwaan dalam perkara itu di Pengadilan Tipikor Kupang nanti.
Kasie Pidsus Ari juga meminta Lomboan cermat mengikuti semua persidangan nanti karena JPU akan membeberkan fakta-fakta hukum bahwa para tersangka itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
“Kalau respon kami, yang jelas kami tim penyidik untuk menetapkan sebagai tersangka, telah sesuai dengan ketentuan, lebih pokok yang disampaikan pihaknya terkait tidak terima ditetapkan sebagai tersangka, seperti yang sudah saya jelaskan, silahkan diuji di pembuktian nanti. Ikuti prosesnya dengan baik,” kata Ari dikonfirmasi wartawan menjawab keterangan pers Lomboan Djahamou, Selasa (20/9) di Kalabahi.
Sementara itu Kasek SMP Negeri Maritaing Zion Antipas Banaweng yang menjabat di tahun 2019, dikabarkan telah meninggal dunia. Sedangkan tim PHO yang memeriksa pekerjaan proyek Perpustakaan, belum bisa dikonfirmasi wartawan hingga berita ini tayang.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Negeri Alor kembali menetapkan 5 tersangka baru kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) di Dinas Pendidikan tahun anggaran 2019. Total tersangka kini menjadi 7 orang.
“Betul (tahan 5 orang). (Total) sudah 7 orang,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Alor Abdul Muis Ali, S.H., M.H, melalui Kepala Seksi Pidana Khusus, Ari Wicaksono, Selasa (20/9) di Kalabahi.
Kelima tersangka itu di antaranya konsultan dan kontraktor yang melakukan pekerjaan proyek DAK Pendidikan tahun anggaran 2019.
Mereka masing-masing antara lain: DM berperan sebagai konsultan, sementara DK, KD, GS, JH berperan sebagai penyedia. Mereka kini ditahan di Lapas Kelas IIB Kalabahi.
Kasie Pidsus Kejari Alor Ari Wicaksono, menerangkan dua dari tujuh tersangka kasus dugaan korupsi DAK Pendidikan Alor tahun 2019 sedang menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Kupang.
Kedua terdakwa itu masing-masing; Alberth N. Ouwpoly selaku kuasa pengguna anggaran atau KPA dan Khairul Umam selaku menjabat PPK. Keduanya dituntut 4,6 tahun penjara.
“PPK dan KPA tuntut 4,6 tahun,” ujarnya.
Menurut Jaksa Ari, PPK dan KPA akan menjalani sidang minggu ini dengan agenda pembelaan. Timnya sedang mempersiapkan berkas-berkas untuk berangkat ke Kupang menghadiri sidang minggu ini.
Jaksa sebelumnya menetapkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Alor Alberth N. Ouwpoly dan PPK Khairul Umam tersangka kasus dugaan korupsi DAK Pendidikan Alor tahun 2019. Proyek DAK itu senilai 27 Miliar, namun saat itu tim Jaksa menggandeng Irda masih menghitung total kerugian yang pasti.
Setelah menjalani pemeriksaan intensif pada Desember 2021, Alberth dan Khairul langsung ditahan penyidik kejaksaan di Rutan Kelas IIB Kalabahi.
Tidak terima penetapan tersangka, PH Alberth N. Ouwpoly, Mario Lawung, SH.,M.H mempradilankan Jaksa pada 31 Januari 2022.
Namun hakim tunggal, Datu Hanggar Jayaningrat, SH, MH memutus perkara menolak seluruh gugatan pemohon Alberth Ouwpoly. Sidang pun dilanjutkan di Pengadilan Tipikor Kupang.
Penasehat Hukum tersangka Goliat Saiputa, Lomboan Djahamou, SH menjelaskan, ia menolak penetapan tersangka kliennya.
Alasannya, kliennya bukan pihak yang membuat kontrak pekerjaan dengan PPK, melainkan Kepala Sekolah, dalam proyek pekerjaan Perpustakaan SMP Negeri Marataing tahun 2019 senilai Rp 150 juta.
“Seharusnya semua kepala sekolah yang kerja proyek bermasalah ini ditangkap, bukan klien saya. Kepala sekolah yang membuat kontrak dengan PPK. Masa orang lain yang bikin kontrak kerja, orang lain yang tersangka? Ini Jaksa salah tangkap dan salah tetapkan tersangka,” kata Lomboan ketika jumpa pers saat dampingi pemeriksaan kliennya, Senin (19/9) di kantor Kejaksaan, kompleks Nusa Kenari.
Selain itu, Lomboan juga memprotes penetapan tersangka kliennya dengan alasan hukum bahwa semua pekerjaan yang dikerjakan oleh kliennya itu sudah selesai dan tidak ada masalah. Hal itu dibuktikan dengan hasil pemeriksaan tim PHO.
“Hasil pemeriksaan PHO dan audit Irda kan tidak ada masalah. Terus dasar apa klien saya dijadikan tersangka? Klien saya harus bebas demi hukum,” jelas Lomboan sambil meminta Jaksa periksa dan menetapkan tim PHO sebagai tersangka juga.
Lomboan juga akan mempertimbangkan upaya hukum praperadilan kepada kliennya. “Kami akan pertimbangkan semua itu,” katanya.
Usai jalani pemeriksaan selama hampir 3 jam, tersangka Goliat Saiputa ditahan di Rutan Kelas IIB Kalabahi. Goliat menjadi tersangka terakhir yang ditahan, setelah sebelumnya Jaksa tahan 4 tersangka pada pekan lalu. (*dm).