Tersangka ITE Lomboan Djahamou: Saya Kritik Ketua DPRD Alor, Tidak Bermaskud Menghina

Tersangka kasus ITE Lomboan Djahamou ketika hadir di penuhi panggilan Polisi di Mapolres Alor, Senin (1/3) siang.
Tersangka kasus ITE Lomboan Djahamou ketika hadir di penuhi panggilan Polisi di Mapolres Alor, Senin (1/3) siang.

Kalabahi –

Penyidik Tipiter Polres Alor Polda NTT menetapkan aktivis senior Lomboan Djahamou sebagai tersangka pada tanggal 8 Januari 2021 dalam kasus UU ITE yang dilaporkan Ketua DPRD Alor Enny Anggrek.

Lomboan kemudian memenuhi panggilan penyidik dan diperiksa sebagai tersangka pada hari ini Senin 1 Maret 2021 di Mapolres Alor. Ia diperiksa selama sekitar 4 jam, dicerca 18 pertanyaan.

Usai diperiksa, Lomboan Djahamou menegaskan dia murni kritik Ketua DPRD Alor Enny Anggrek dalam kebijakan dan perilaku politiknya yang dianggap tidak etik dan melenceng dari ketentuan undang-undang.

Lomboan menegaskan niat kritik tersebut ia lakukan dengan maksud baik demi perbaikan kinerja pimpinan maupun lembaga DPRD Alor dan tidak berniat menghina.

“Saya murni kritik Ketua DPRD Alor. Saya tidak bermaksud menghina. Karena ibu Enny Anggrek itu adalah pejabat publik maka sebagai warga Alor saya berhak mengkritisi kebijakan dan perilaku politiknya,” kata Lomboan usai diperiksa penyidik Tipiter Polres Alor, Senin (1/3) di Mapolres Alor, kompleks Kalabahi Kota.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/03/01/tersangka-kasus-ite-lomboan-djahamou-diperiksa-polisi-4-jam/

Lomboan menerangkan, selaku warga negara yang baik, dirinya aktif mengkritisi semua kebijakan pemerintah dan DPRD yang dianggap tidak berpihak pada kepentingan publik dan daerah. Kritik tersebut ia gencar lontarkan dengan niat untuk perbaikan kinerja dan pelayanan kemasyarakatan, juga untuk menjaga citra lembaga DPRD.

“Jadi niat kritik saya itu supaya ada perbaikan kinerja dan pelayanan masyarakat yang baik. Jaga citra dan marwah DPRD. Karena selaku Ketua DPRD ibu Enny Anggrek itu simbol daerah. Kalau kinerja atau perilakunya kita anggap melenceng ya wajib kita kritik, kita ingatkan, supaya ada perbaikan,” ungkapnya.

“Jadi kritik saya ini tidak bermaksud menghina Ibu Ketua DPRD. Toh yang saya sebut dalam live streaming saya juga saya kritik ibu Enny dalam kapasitas sebagai Ketua DPRD Alor, bukan sifatnya pribadi,” terang Lomboan.

Lomboan tidak menduga bahwa kritiknya itu yang ia lontarkan akan berujung pada laporan pidana. Sebab apa yang dia katakan tersebut disebutnya memiliki atau disertai data dan bukti yang akurat.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/01/13/lomboan-djahamou-tersangka-hina-ketua-dprd-alor/

“Mau tahu kritik saya? Saya kritik Ketua DPRD Alor saat itu dijabat seorang yang berstatus tersangka karena ibu Enny kalah praperadilan dengan Polres Alor dalam kasus dugaan penghinaan yang dilaporkan Efraim Lama Kolly tahun 2015 lalu. Jelas-jelas bahwa waktu menjabat Ketua DPRD ibu Enny Anggrek masih berstatus tersangka. Itu fakta yang tidak bisa dibantah,” katanya.

“Kenapa saya kritik begitu karena saya anggap ini kesalahan fatal 29 Anggota DPRD yang sama sekali tidak mempersoalkan Ketua DPRD dijabat seorang tersangka. Tidak boleh dong Ketua DPRD kita dijabat seorang yang berstatus tersangka. Bagaimana nanti wibawa daerah ini? Itu kritik saya live streaming Facebook dan itu bukan penghinaan,” lanjut dia.

“Kritik saya yang berikut adalah soal pandemi Covid-19. Waktu itu DPRD Alor sama sekali tidak merespon langkah-langkah strategis politik bersama pemerintah untuk mengatasi pandemi ini. Waktu itu bulan Mei dan semua Anggota DPRD diam-diam saja hadapi pandemi, padahal pandemi ini sangat bahaya bagi masyarakat Alor. Itu saya kritik dan sebut tiga kesalahan fatal 29 Anggota DPRD itu,” ujarnya.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/26/abad-selatan-usul-sejumlah-insfratruktur-dasar/

“Kritik saya yang lain itu Ketua DPRD Alor menggunakan logo dan cap DPRD Alor melaporkan mantan Kapolres Alor Pak Patar Silalahi dan dua penyidik Polres Alor di Pak Kapolri Idham Azis. Kenapa saya bilang itu menyalahi prosedur karena masalah laporan ke Kapolri itu tidak pernah dibahas dalam rapat di DPRD. Bagaimana mungkin seorang Ketua DPRD bisa leluasa menggunakan cap DPRD melaporkan mantan Kapolres di Mabes Polri tanpa kesepakatan Pimpinan dan Anggota DPRD yang lain? Jelas itu salah.”

“Kasus ini sedang ditangani Badan Kehormatan DPRD Alor. Kita lihat nanti putusannya seperti apa. Lalu apakah benar ada surat itu yang dikirim ke Mabes Polri? Yang jelas surat itu ada dan itu fakta. Jadi apa yang saya sampaikan ini benar dan bukan hoax atau menghina Ketua DPRD,” terang Lomboan.

Kritik lainnya yang Lomboan lontarkan kepada Ketua DPRD adalah soal pernyataan Ketua DPRD Alor di salah satu media online yang diduga menyebut ada komplotan dibalik  wartawan Demas Mautuka untuk membuat berita-berita yang menyudutkan Ketua DPRD.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/13/terbukti-cabul-hakim-vonis-kepala-bmkg-alor-12-tahun-bui/

“Siapa yang kompolotan? Apakah saya melakukan komplotan dengan Demas Mautuka untuk menyudutkan Ketua DPRD? Kan tidak ada komplotan di situ. Kalau tudingan bahwa saya mentransfer uang Rp 150 ribu untuk beli rokok 7 bungkus kasih kembali ke Ketua DPRD ya itu benar. Karena pada saat itu Demas Mautuka meminta tolong kepada Ketua DPRD rokok 7 bungkus untuk adik-adik relawan Covid-19 isap dan kerja pasang ember cuci tangan di tempat-tempat umum di Kota Kalabahi. Masa itu juga bilang peras? Kan tidak. Maka sebagai kakak, saya kirim uang Rp 150 ribu beli rokok ganti rokoknya Ketua DPRD. Salahnya di mana? Jadi itu live streaming saya yang jelas-jelas bahwa itu bukan menghina Ketua DPRD tapi saya sampaikan fakta-fakta yang benar,” tegasnya.

Kemudian Lomboan Djahamou juga mengritik surat daftar pencarian orang atau DPO-nya yang beredar di media sosial. Surat tersebut diduga bocor melalui pesan WhatsApp Ketua DPRD Alor kepada salah satu jurnalis media online di Alor. Kasus tersebut sudah ia laporkan ke Polres Alor namun masih dalam tahap penyelidikan.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/12/pdip-ntt-respon-kisruh-ketua-dprd-dan-sekda-alor/

Live streaming lainnya yaitu Lomboan mengritik Ketua DPRD Alor Enny Anggrek yang hadir di tengah kerumunan masa menjemput eks Liga Dangdut Hamid Haan di Bandara Mali hingga mengantarkan ke kediamannya di Bota, Alor Barat Laut.

“Saya juga kritik Ketua DPRD Alor Enny Anggrek yang jemput Hamid di tengah kerumunan masa pada saat pandemi. Masa Kapolri sudah keluarkan Maklumat Kapolri untuk pembatasan atau tidak boleh ada kerumunan masa tetapi Ketua DPRD malah gunakan mobil dinas jemput Hamid. Ini kan seharusnya tidak boleh. Itu kritik saya. Dan apa benar ibu Ketua hadir jemput Hamid? Jelas dia ada bersama Hamid. Saya punya bukti dan data yang lengkap. Lalu apakah itu menghina Ketua DPRD? Saya kira tidak,” jelasnya.

Lomboan Djahamou juga mengaku keberatan atas penerapan pasal 45 ayat 3 dan pasal 27 ayat 3 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE jo pasal 64 KUHP yang digunakan penyidik menjeratnya. Ia mengatakan, seharusnya penyidik gunakan pasal 310 KUHP untuk menjeratnya, karena yang ia sampaikan itu kritiknya kepada Ketua DPRD untuk perbaikan kinerja dan untuk kepentingan publik. Bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/12/panas-adu-mulut-bupati-alor-dan-aktivis-geram-soal-proyek-gedung-dprd-25-m/

“Saya heran bagaimana mungkin saya dijerat pasal UU ITE jo-nya ke pasal 64 KUHP? Pasal 64 itu kan kalau saya sudah terbukti sah berdasarkan putusan pengadilan melakukan tindak pidana penghinaan kepada pejabat Negara atau pejabat daerah yang lain sebelumnya. Ini kan tidak pernah saya menghina pejabat. Kalau mau samakan kasus saya dengan penistaan agama ya jelas beda konteksnya. Jadi lebih tepat pakai pasal 310 KUHP,” pungkasnya.

Ditanya ada kemungkinan ia difasilitasi Polisi berdamai dengan Ketua DPRD Alor sesuai Surat Edaran Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam penanganan perkara UU ITE, Lomboan menegaskan ia tidak mungkin berdamai. Sebab apa yang dia katakan adalah murni kritik kepada Ketua DPRD Alor Enny Anggrek selaku pejabat publik.

“Bagaimana mungkin saya mau berdamai, sementara apa yang saya katakan itu fakta-fakta yang dapat saya pertanggungjawabkan di dunia hukum dan akhirat. Kalau Polisi mau fasilitasi ya saya mau asalkan Ketua DPRD meminta maaf kepada masyarakat Alor atas semua perbuatannya. Kalau saya sih tidak mungkin mau berdamai. Kalau saya damai maka itu ancaman buat demokrasi kita di Alor. Kan nanti adik-adik saya semuanya akan takut kritik kinerja pejabat. Ini bahaya,” tegas Lomboan.

“Saya siap diproses hukum,” tegas Lomboan sambil menegaskan kasusnya ini diduga murni kriminalisasi aktivis demokrasi.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/11/buntut-kisruh-pengurus-dpc-pdip-alor-dipanggil-emi-nomleni/

“Kalau apa yang saya sampaikan itu ternyata hoax maka tidak perlu Polisi mediasi damai. Saya akan ke rumahnya minta maaf pakai menangis baru berdamai dengan Ketua DPRD Alor. Kalau perlu saya denda adat karena kami punya budaya orang Kabola begitu,” sambung Lomboan.

Kasat Reskrim Polres Alor IPTU Mansur Mosa membenarkan Lomboan Djahamou diperiksa penyidik Tipiter hari ini.

Terkait penahanan tersangka, Mansur Mosa belum ingin membeberkan kapan Lomboan Djahamou ditahan untuk kepentingan BAP.

“Iya kakak. Betul sekali, hari ini beliau (Lomboan) diperksa. Untuk selanjutnya (soal penahanan) nanti habis BAP saya lapor ke Pak Kapolres dulu,” katanya menjawab wartawan pada saat Lomboan sedang diperiksa penyidik.

Pantauan tribuanapos.net, Lomboan Djahamou diperiksa sejak pukul 10.30 hingga 14.30 namun tidak ditahan. Selesai diperiksa penyidik, Lomboan malah berbincang-bincang dengan Kasat Reskrim sebelum meninggalkan halaman Mapolres Alor.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/10/respon-laporan-pemkab-ketua-dprd-alor-tegaskan-siap-hadapi-proses-hukum/

SE Kapolri soal UU ITE, Penyidik Diminta Tegas Bedakan Kritik, Hoaks, dan Pencemaran Nama Baik

Dirilis kompas.com, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta penyidik Polri dalam menerima laporan dari masyarakat, harus dapat dengan tegas membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana.

Setelah itu, penyidik menentukan langkah yang akan diambil. Hal itu ia sampaikan melalui surat edaran nomor SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif tertanggal 19 Februari 2021.

“Dalam menerima laporan dari masyarakat, penyidik harus dapat dengan tegas membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil,” tulis Kapolri dalam SE.

Sigit meminta, penyidik Polri memiliki prinsip bahwa hukum pidana menjadi upaya terakhir dalam penanganan perkara UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/10/ketua-dprd-alor-terancam-pasal-uu-ite/

Ia menginstruksikan penyidik agar mengedepankan pendekatan restorative justice (keadilan restorative) dalam penegakan hukum.

Lewat SE, ia meminta penyidik mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber.

Sigit juga meminta, sejak penerimaan laporan, agar penyidik berkomunikasi dengan para pihak terutama korban yang tidak boleh diwakilkan. Polisi memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi.

Kepada para pihak dan korban yang akan mengambil langkah damai, Sigit meminta penyidik memprioritaskan restorative justice. Namun, hal tersebut tidak berlaku untuk perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme.

Sementara itu, penyidik dilarang melakukan penahanan tersangka yang sudah meminta maaf kepada korban. Penyidik pun diminta membuka ruang lagi untuk mediasi antara kedua pihak.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/10/tuduh-ada-permufakatan-jahat-di-mutasi-staf-pemkab-desak-polisi-tahan-ketua-dprd-alor/

“Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali,” kata Sigit.

Bertalian dengan surat itu, Kapolri menerbitkan Surat Telegram yang berisi tentang pedoman penanganan perkara tindak pidana kejahatan siber yang menggunakan UU ITE.

Surat Telegram bernomor ST/339/II/RES.1.1.1./2021 itu tertanggal 22 Februari 2021, ditandatangani Wakabareskrim Irjen Wahyu Hadiningrat atas nama Kapolri.

Dalam Surat Telegram, Kapolri mengklasifikasikan perkara penanganan UU ITE yang bisa diselesaikan dengan restorative jutsice dan mana yang tidak beserta rujukan pasal-pasalnya.

Sebelumnya, Polisi menetapkan aktivis senior Lomboan Djahamou tersangka kasus dugaan penghinaan terhadap Ketua DPRD Alor Enny Anggrek melalui ITE. Penetapan tersangka tersebut dilakukan pada tanggal 8 Januari 2021 setelah penyidik memeriksa sejumlah saksi dan gelar perkara.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/10/pemkab-alor-unjuk-rasa-tuntut-polisi-proses-hukum-ketua-dprd-enny-anggrek/

“Iya betul (Lomboan Djahamou, tersangka) sesuai dengan hasil pemeriksaan para saksi dan saksi ahli, serta hasil penyelidikan dan penyidikan setelah itu dilakukan gelar perkara dalam penetapan tersangka,” kata Kapolres Alor AKBP Agustinus Chrismas Try Suryanto, dihubungi, Rabu (13/1/2021) di Kalabahi.

Lomboan diduga melakukan tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik kepada Enny Anggrek melalui siaran langsung media sosial Facebook menggunakan akun Ldj Xnapi pada tanggal 7 Mei dan 19 Mei 2020.

Lomboan Djahamou terancam dijerat pasal 45 ayat 3 dan pasal 27 ayat 3 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE jo pasal 64 KUHP.

Ancaman hukuman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)(*dm).