Tuntut Keadilan di Kapolri, Lomboan Djahamou Minta Polisi Proses Hukum Ketua DPRD Alor

Aktivis senior Lomboan Djahamou
Aktivis senior Lomboan Djahamou

Kalabahi –

Aktivis senior Lomboan Djahamou meminta Polisi memproses hukum Ketua DPRD Alor Enny Anggrek. Sebab sejumlah laporan dugaan tindak pidana yang ditujukan kepada Ketua DPRD Alor hingga kini masih terendap di kepolisian Alor Polda NTT.

Hal itu menurut Lomboan tidak sesuai komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang berkomitmen menegakkan hukum tak hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas sesuai pernyataannya dalam fit and proper test calon Kapolri di Komisi III DPR waktu lalu. Karena itu Lomboan meminta keadilan hukum di Kapolri untuk memproses hukum Ketua DPRD Alor.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/05/28/diduga-langgar-maklumat-kapolri-polda-ntt-periksa-ketua-dprd-alor-dan-wakil-bupati/

“Saya minta laporan kita semua kepada Ketua DPRD Alor di Polres dan Polda juga harus diproses. Dia Ketua DPRD harus diproses hukum. Saya saja sudah tersangka kasus UU ITE atas laporan Ketua DPRD. Maka dia juga harus diproses hukum. Tidak boleh ada yang kebal hukum di Negara ini,” kata Lomboan, Senin (1/3) di Kalabahi usai diperiksa penyidik Tipiter sebagai tersangka dalam kasus UU ITE yang dilaporkan Ketua DPRD Alor Enny Anggrek.

“Mengapa saya bilang Ketua DPRD juga harus diproses hukum karena Bapak Kapolri Jenderal Listyo Sigit sudah menegaskan bahwa di masa kepemimpinannya tidak boleh ada lagi hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Itu komitmen Bapak Kapolri yang ia sampaikan pada saat fit and proper test di Komisi III DPR RI yang ditonton jutaan orang,” sambung dia.

Lomboan kemudian membeberkan laporan Polisi terhadap terlapor Ketua DPRD Alor Enny Anggrek yang belum diproses Polisi.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/01/17/orang-dekat-bupati-amon-djobo-lapor-ketua-dprd-enny-anggrek-di-polda-ntt/

Laporan tersebut di antaranya:

Pertama; Laporan dugaan pelanggaran Maklumat Kapolri tentang kerumunan masa pada saat Ketua DPRD menjemput eks Liga Dangdut 2020 Hamid Haan di Bandara Mali Alor pada Mei 2020. Laporan tersebut ditangani Penyidik Polda NTT namun belum ada rilis resmi kepastian hukum dalam penanganan perkaranya.

Kedua: Laporan dugaan penghinaan kepada korban Bupati Alor Amon Djobo melalui pesan WhatsApp. Kasus itu dilaporkan Bupati Amon Djobo melalui kuasanya Andreas Gomang di Polda NTT dengan Laporan Polisi: LP/B/444/XI/RES.2.5/2020/SPKT, tanggal 3 November 2020. LP itu dibuat dan ditanda tangani BANUM II SPKT atas nama Brikpol Aprilianto Duka.

Ketiga: Laporan dugaan dokumen palsu daftar pencarian orang atau DPO atas nama Lomboan Djahamou. Tribuanapos.net mencoba melihat fisik Surat DPO yang diduga palsu, ternyata surat DPO tertera jelas identitas dan alamat Lomboan Djahamou sesuai KTP-nya.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/05/11/pemred-tribuana-pos-tepis-isu-peras-ketua-dprd-alor/

Adapun isinya menyebutkan bahwa Lomboan Djahamou ditetapkan DPO karena melanggar pasal 45 ayat (3)  jo pasal 27 ayat (3) UU RI No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE.

Surat DPO yang diduga palsu tersebut tertanggal 05 Oktober 2019. Surat itu tertera tanda tangan Kasat Serse Alor IPTU Yohanis Wila Mira, S.Sos (kini sudah pindah tugas ke Polda NTT) dan cap basah Kepolisian Resort Alor.

Surat DPO yang terindikasi palsu tersebut diduga disebarluaskan oleh Ketua DPRD Alor melalui pesan WhatsApp kepada salah satu jurnalis media online di Alor. Surat itu pun diperoleh Lomboan dari jurnalis media online.

“Bagaimana mungkin saya ditetapkan DPO? Kapan dan dalam kasus apa saya DPO saya sendiri juga tidak tahu. Ko bisa surat DPO saya ada di Ketua DPRD Alor dan disebarkan ke salah satu wartawan media online? Surat ini saya dapat dari saudari wartawan media online,” ujarnya sambil menunjukan surat DPO kepada wartawan.

“Polisi mau keluarkan surat DPO seseorang itu tidak sembarangan. Semua ada mekanisme dan prosedurnya. Mana saya ditetapkan DPO sementara hari-hari saya ada live Facebook. Hati-hati main surat palsu karena gara-gara kasus surat jalan Djoko Tjandra itu saja dua Jenderal Polisi ditetapkan tersangka dan kini masuk bui,” jelasnya.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/10/29/polres-alor-limpahkan-laporan-pidana-karya-jurnalistik-ke-dewan-pers/
Surat DPO Lomboan Djahamou yang diduga palsu. (Foto: doc tribuanapos.net).
Surat DPO Lomboan Djahamou yang diduga palsu beredar di media sosial. (Foto: doc tribuanapos.net).

“Kasus ini saya sudah laporkan ke Polres Alor pada tahun 2020 namun sampai saat ini Ketua DPRD belum diperiksa. Saya minta tolong lah Pak Polisi periksa dia Enny juga biar adil,” tegas Lomboan.

Keempat: Laporan Pemred tribuanapoa.net Demas Mautuka terhadap Ketua DPRD Alor atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik, fitnah dan pengancaman melalui ITE. Laporan polisi Demas tercatat Nomor: STPL/97/V/2020/ NTT/ Polres Alor, tertanggal 14 Mei 2020.

Laporan itu dibuat Pemred Demas buntut dari tudingan Ketua DPRD bahwa Pemred Demas diduga memeras rokok 7 bungkus kepada anak Ketua DPRD pada Mei 2020. Padahal sebenarnya permohonan bantuan rokok tersebut diberikan anaknya atas persetujuan Ketua DPRD untuk membantu kelancaran pekerjaan relawan Covid-19 Alor.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/10/tuduh-ada-permufakatan-jahat-di-mutasi-staf-pemkab-desak-polisi-tahan-ketua-dprd-alor/

Laporan tersebut diproses di Polres Alor namun Kapolres Alor AKBP Agustinus Chrismas Try Suryanto mengatakan bahwa setelah konsultasi dengan Dewan Pers, pihaknya melimpahkan berkas laporan tersebut kepada Dewan Pers untuk diproses sesuai mekanisme UU Pers. Karena pernyataan Ketua DPRD diupload oleh salah satu jurnalis Alor melalui akun yotubenya sehingga itu disebut masuk unsur delik pers.

“Bagaimana mungkin kasus laporan Demas Mautuka kepada Ketua DPRD itu diselesaikan di ranah Dewan Pers? Seharusnya Polisi bisa langsung proses pidana karena Enny Anggrek bukan wartawan. UU Pers hanya mengatur kode etik wartawan dan Enny bukan wartawan,” kata Lomboan.

Kelima: Laporan Sekda Alor Soni O. Alelang kepada Ketua DPRD Enny Anggrek atas dugaan pengancaman melalui pesan WhatsApp pada Februari 2021. Laporan Polisi Sony Alelang tercatat dengan Nomor: STPL/24/II/2021/NTT/POLRES ALOR, tanggal 5 Februari 2021.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/10/respon-laporan-pemkab-ketua-dprd-alor-tegaskan-siap-hadapi-proses-hukum/

Laporan itu buntut dari pesan WhatsApp Ketua DPRD yang diduga mengancam pidanakan Sekda Soni Alelang atas tuduhan Pemkab Alor melakukan permufakatan jahat dalam mutasi seorang staf di Setwan Alor. Laporan ini juga kini masih diproses di Polres Alor.

Keenam: Laporan Kabag Hukum Setda Alor Marianus Adang kepada Ketua DPRD Alor Enny Anggrek dalam kasus dugaan penghasutan kepada masyarakat untuk melawan kebijakan pemerintah. Laporan Kabag Hukum Marianus Adang Nomor LP: STPL/25/II/2021/NTT/Polres Alor, tanggal 5 Februari 2021.

Laporan itu pun dilayangkan Marianus buntut dari tudingan Ketua DPRD Alor bahwa Pemkab Alor diduga melakukan permufakatan jahat dalam mutasi seorang staf di Setwan. Laporan tersebut masih diproses di Polres Alor.

Ketujuh: Laporan Polisi dugaan pemalsuan tanda tangan Sekretaris DPC PDIP Alor Daud Pong dalam surat PAW Anggota DPRD Alor Walter M.M Datemoli. LP Daud Pong tercatat dengan Nomor: STPL/276/XI/2020/NTT/POLRES ALOR, tanggal 11 November 2020.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/03/01/tersangka-ite-lomboan-djahamou-saya-kritik-ketua-dprd-alor-tidak-bermaskud-menghina/

Surat DPC PDIP Alor yang diduga palsu tersebut bernomor: 1106.IN/DPC. ALOR/XI/2020, Perihal: PAW Saudara Walter M.M. Datemoli, SE tersebut dikirim kepada Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada tanggal 05 November 2020.

Daud Pong melaporkan kasus tersebut di Polres Alor pada Februari 2021 karena tanda tangannya dalam surat PAW itu diduga dipalsukan dengan cara discan oleh oknum tertentu.

Surat itu tertera pula tanda tangan Ketua DPC PDIP Alor Enny Anggrek dan cap PDIP Alor namun laporan Daud tersebut tidak dicantumkan siapa pihak yang diduga memalsukan tanda tangannya.

Kasus tersebut Polisi sudah memeriksa sejumlah saksi dari internal DPC PDIP Alor termasuk Ketua DPC PDIP sekaligus menjabat Ketua DPRD Alor Enny Anggrek.

Kedelapan: Laporan dugaan penyebaran nomor rekening Bank BCA atas nama Lomboan Djahamou yang diduga dilakukan Ketua DPRD Alor Enny Anggrek melalui Facebook.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/11/12/pdip-alor-lapor-polisi-soal-dugaan-surat-palsu-paw-anggota-dprd-walter-datemoli/

Menurut Lomboan, penyebaran Nomor Rekening tersebut diduga disertai komentar Ketua DPRD Enny Anggrek yang diduga menuduh Lomboan Djahamou bahwa nomor rekening tersebut digunakan Lomboan untuk memeras pejabat.

“Nah kasus ini juga saya laporkan di Polres Alor waktu lalu dan saya minta Enny harus diproses hukum. Karena jelas-jelas komentarnya di akun Facebooknya itu mengatakan bahwa saya ada gunakan nomor rekening itu untuk peras pejabat. Mana buktinya saya peras orang?” tanya Lomboan, heran.

Kesembilan: Laporan Anggota DPRD Alor Dony M. Mooy terhadap terlapor Ketua DPRD Alor Enny Anggrek atas dugaan tindak pidana penghinaan melalui ITE. Laporan Dony Mooy tercatat dengan Nomor Laporan Polisi: STPL/126/VI/2020/NTT/POLRES ALOR, tanggal 2 Juni 2020.

Laporan Dony tersebut buntut dari Enny Anggrek diduga dalam pernyataannya di media ini mengatakan bahwa Dony Mooy adalah Anggota DPRD yang bertato dan memakai anting sehingga ia tidak pantas mengkritiknya dalam kasus penjemputan Hamid Haan di tengah kerumunan masa.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/04/06/ketua-dprd-alor-dony-mooy-introspeksi-diri-baru-tegur-saya/

Style Dony itu juga disebut Enny diduga menunjukkan perilaku Anggota DPRD yang tidak sopan dalam menghadiri sidang-sidang DPRD yang diduga menyalahi ketentuan kode etik.

Dony pun kemudian merasa terhina dan melaporkan Ketua DPRD di Polres Alor pada tanggal 2 Juni 2020 karena menurutnya penggunaan anting dan tato Anggota DPRD tidak diatur dalam ketentuan Tatib DPRD.

Kesepuluh: Selain kasus Pidana, Lomboan Djahamou juga meminta Badan Kehormatan DPRD Alor segera memproses Ketua DPRD Alor Enny Anggrek dalam kasus dugaan Surat Palsu yang dikirim kepada Kapolri Jenderal Idham Azis.

Sebab surat itu Enny disebut Lomboan, diduga menggunakan cap dan logo DPRD tanpa sepengetahuan pimpinan dan Anggota DPRD maupun melalui mekanisme DPRD, melaporkan Mantan Kapolres Alor AKBP Patar Silalahi dan dua penyidik Polres di Mabes Polri.

Kasus itu dilaporkan Anggota DPRD Dony M. Mooy, Lukas Reiner Atabuy, Marthen Blegur cs di BK pada Januari 2021. BK pun sudah menggelar sidang dengan mendengar klarifikasi para pelapor. Sementara pemeriksaan atau klarifikasi terhadap Ketua DPRD, belum dilakukan.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/01/21/bk-akan-gelar-sidang-etik-ketua-dprd-alor-soal-surat-ke-kapolri/
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/04/27/ketua-dprd-alor-laporkan-ketua-komisi-i-di-badan-kehormatan/

“Perbuatan Ketua DPRD Alor menyurati Bapak Kapolri ini membuat adu domba antar institusi. Bagaimana mungkin surat itu dibuat Ketua DPRD tanpa melalui mekanisme dan prosedur di DPRD dan tanpa sepengetahuan pimpinan dan Anggota DPRD yang lain? Ini jelas ada motif adu domba antar institusi. BK harus proses dan tuntaskan masalah ini,” tegas Lomboan.

Kapolres Alor AKBP Agustinus Chrismas Try Suryanto melalui Kasat Serse IPTU Mansur Mosa mengatakan, semua laporan polisi yang masuk ke Polres sedang diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

“Siap kakak (wartawan) semuanya kita (proses) jalan kakak. Sesuai prosedur,” kata Kasat IPTU Mansur Mosa, dikonfirmasi wartawan mengenai proses hukum Ketua DPRD Alor, Senin (1/3/2021) di Kalabahi. Kendati demikian Kasat belum ingin menjelaskan progres penanganan kasusnya karena belum mendapat arahan dan petunjuk dari Kapolres Alor.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/06/02/dony-mooy-pidanakan-ketua-dprd-dan-eks-ketua-psi-alor/

Komjen Listyo: Hukum Tak Boleh Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

Dirilis cnnindonesia.com, Calon Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan bila dirinya menjabat Kapolri, proses penegakan hukum tak boleh lagi bersifat tajam ke bawah.

Menurutnya, tidak boleh ada lagi kasus seperti yang menimpa Nenek Minah yang mencuri tiga buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) diproses secara hukum oleh Polri.

“Sebagai contoh, ke depan tidak boleh lagi ada hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Tidak boleh ada kasus Nenek Minah yang mencuri kakao kemudian diproses hukum karena hanya untuk mewujudkan kepastian hukum,” kata Listyo saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/1).

“Hal-hal ini tentunya ke depan tidak boleh lagi atau tentunya kasus lain yang mengusik rasa keadilan masyarakat,” ucap Listyo.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/03/01/tersangka-kasus-ite-lomboan-djahamou-diperiksa-polisi-4-jam/

Dia melanjutkan, tidak boleh ada lagi kasus seperti yang dialami seorang ibu yang menjadi tersangka setelah melaporkan anaknya. Listyo berkata, kasus-kasus yang mengusik rasa keadilan masyarakat tidak boleh lagi ada di Polri.

Ia mengamini bahwa penegakan hukum harus dilakukan secara tegas. Namun, mantan Kapolda Banten itu mengingatkan bahwa penegakan hukum harus tetap dilakukan secara humanis karena masyarakat membutuhkan proses penegakan hukum yang menegakan keadilan, bukan dalam rangka memeroleh kepastian hukum.

“Betul penegakan hukum harus dilakukan secara tegas, namun humanis. Saat ini, masyarakat perlu penegakan hukum yang menegakkan rasa keadilan bagi masyarakat, bukan penegakan hukum bukan dalam rangka untuk kepastian hukum,” katanya.

Dalam kepemimpinannya, Listyo berkata, sisi-sisi itu akan menjadi fokus utama yang akan diperbaiki sehingga mampu mengubah wajah Polri yang memenuhi harapan masyarakat dengan orientasi kepentingan masyarakat berbasis hukum berkeadilan dan menghormati HAM, serta mengawal proses demokrasi. (*dm).