
Kalabahi –
Kontraktor proyek jalan ekonomi Desa Wolwal Tengah Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor, NTT, membantah tuduhan warga dan Kepala Desa Abubakar J. Rigai, bahwa proyek jalan desa tersebut bermasalah. Kontraktor yang akrab disapa Aisa itu menegaskan, pekerjaannya sudah tuntas 100% sesuai volume kubikasi yang dia kerjakan.
“Pekerjaan sudah 100% sesuai volume kubikasi. Kita kerja fisik inikan kita omong volume kubikasi to? Bukan omong volumen panjang saja, begitu. Jadi tidak benar kalau ada masalah baru saya lari dari tanggungjawab,” kata Aisa kepada wartawan, Selasa (27/7/21) di Kalabahi.
Ia menjelaskan, proyek jalan ekonomi desa yang bersumber dari Dana Desa TA 2019 itu dikerjakan pada tahun 2019 dengan dana Rp 600 juta. Pekerjaan pun diselesaikan seusai kalender kerja, 90 hari. “Memang anggaran itu sekitar Rp 600 juta. Hanya potong pajak, upah dan lain-lain ya kurang lebih sekitar 400 juta yang kita pakai kerja,” katanya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/07/27/baru-dikerjakan-jalan-provinsi-di-wolwal-alor-mulai-rusak/
Aisa membenarkan bahwa volume pekerjaan yang tertera dalam dokumen surat perjanjian kerjasama atau SPK itu memang volume panjang jalan sepanjang 1030 meter dan lebar 3 meter. Pekerjaannya pun dilakukan dua segmen.
Meskipun dalam dokumen SPK tertera panjang 1030 meter namun yang berhasil dikerjakan Aisa adalah sepanjang 800 meter persegi sesuai anggaran yang ada. Hal itu menurutnya sudah tuntas 100% karena perhitungan pekerjaannya mengacu pada standar volume kubikasi di lapangan dan bukan berdasarkan volume panjang.
“Segmen pertama itu saya sudah selesaikan. Segmen kedua itu yang 600 lebih meter persegi. Nah dari dari 1030 meter itu saya sudah selesaikan 800 meter persegi,” terang Aisa.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/07/26/proyek-jalan-desa-wolwal-tengah-alor-diduga-bermasalah-kontraktor-kabur/
“Jadi saya minta Bapak Desa, tolong backup dulu. Karena berdasarkan pengalaman saya, kerja reguler saja kerja dengan anggaran Rp 1 Miliar saja itu volumenya 900 meter. Nah ini masa saya kerja dengan dana cuman 400-an juta baru kerja dengan satu kilo lebih,” ujarnya.
“Jadi kerja habis (800 meter persegi) saya bilang saya tidak lanjut lagi pekerjaan itu karena menurut saya, volumenya sudah cukup lebih terlalu banyak. Saya punya material masih ada itu di lokasi dengan alat kerja. Kalau ada yang mau kerja lanjut ya silahkan,” sambung perempuan yang sudah cukup lama bergelut di dunia kontraktor itu.
Aisa kesal pada pendamping teknis Desa yang katanya membuat perencanaan tanpa mencantumkan volume kubikasi. Itu sebabnya dalam pekerjaan di lapangan ia mengaku sangat berpengaruh pada anggaran sehingga sudah cukup hanya dikerjakan 800 meter persegi dari total 1030 meter yang ada.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/07/25/bank-bri-kalabahi-undi-mobil-dan-motor-untuk-nasabah-simpedes-pinca-jelaskan-kemudahan-transaksi-perbankan-di-tengah-pandemi/
“Jadi kalau saya mau lanjut na backup dulu. Kasitahu itu pendamping yang bikin perencanaan itu supaya backup dulu. Backup bukan bermaksud tambahan dana, tapi artinya kalau volume kerja saya itu sudah masuk ya sudah to? Saya tidak harus kerja sampai 1 kilo 30 meter,” ujarnya kesal pada pendamping desa.
“Nah 1 kilo 30 meter itukan volume panjang, sedangkan kita kerja itu volume kubik. Material itu yang dihitung volume kubik sesuai dengan nilai uang yang ada,” lanjut dia.
Aisa menerangkan, dirinya sudah menjelaskan hal itu kepada Kepala Desa, PPK, Sekretaris dan Bendaha Desa namun tidak direspon. Aisa juga sudah meminta pertemuan di desa untuk menyamakan persepsi soal pekerjaan jalan tersebut akan tetapi itupun tidak direspon.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/07/25/berikut-nama-pemenang-undian-panen-hadiah-simpedes-bri-kalabahi-periode-2021/
“Jadi memang betul Bapak Sekdes, PPK dorang datang di rumah dan saya jelaskan begitu. Saya bilang bapak dorang tolong undang saya, undang pendamping desa kita bertemu di kantor Desa, kita bicara dulu progres volume pekerjaan. Kalau menurut saya, pekerjaan saya di sana itu sudah lebih dari anggaran yang ada,” ungkapnya.
“Kalau mau paksa saya untuk lanjut kerja ya saya tidak akan lanjut. Saya jelaskan begitu, mereka bilang; iya ibu, ini bagaimana karena masyarakat tanya kita terus. Saya bilang tidak ada soal karena ini bukan persoalan saya tidak bertanggungjawab atau saya curi tapi menurut saya, volume pekerjaan saya ini sudah lebih. Saya bilang begitu. Jadi saya bilang ini sudah selesai jadi masyarakat (yang tanya) silahkan dikasihtahu,” katanya meniru percakapannya dengan PPK dan aparat desa yang menemuinya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/07/10/cerita-jusran-tahir-mendamaikan-ketua-dprd-alor-dan-bupati/
“Intinya saya bilang bahwa perencanaan itu meter panjang sedangkan yang kita kerja itu meter kubik, begitu. Jadi kalau memang masyarakat keberatan ya silahkan mau lapor saya di mana juga tidak ada soal. Biar nanti kita uji petik lapangan supaya lebih terbukti. Kalau memang saya punya volume kurang saya pasti bertanggungjawab karena saya juga tidak mau ada bermasalah. Kalau saya punya volume lebih berarti PPK dan Pendamping perencana itu harus bertanggungjawab bayar saya punya volume lebih karena mereka yang buat itu perencanaan,” kata Aisa, kesal.
Ia menambahkan, pada pertengahan pekerjaan segmen pertama ia sudah menyampaikan keberatan pada PPK dan aparatur desa soal pekerjaan di segmen kedua. Sebab dalam prediksi perhitungannya bahwa bila pekerjaan segmen dua ini tetap dilanjutkan hingga 1030 meter maka ia pasti merugi.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/07/02/alor-covid-19-meroket/
Keberatan-keberatan tersebut ia sampaikan berulangkali hingga ia sempat mengancam berhenti melanjutkan pekerjaan. Namun semua keberatan tersebut tidak direspon PPK dan aparat desa.
“Waktu rapat (di segmen pertama) itu saya sudah mau berhenti tapi mau masuk di segmen akhir itu medan sudah terlalu berat jadi saya bilang saya sudah tidak bisa paksa diri lagi karena ini bukan persoalan untung ruginya. Kalau saya kerja tidak ada untung ya tidak apa-apa. Tapi kalau saya kerja saya rasa sudah mulai rugi, saya tidak mungkin bikin tambah rugi lagi, begitu. Itu yang saya berhenti kerja,” jelasnya.
Disinggung tentang dokumen perencanaan tender yang dibuat pendamping teknis pada awal pelelangan tersebut memang tertera volume perencanaannya demikian, 1030 meter persegi. Mengapa ibu mengikuti tender?
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/07/01/polda-ntt-sp3-laporan-ketua-dprd-alor-terhadap-dua-anggota-dprd/
Aisa menjawab: “Jadi memang di SPK itu memang betul 1 kilo 30 meter. Tapi kalau kita bicara pekerjaan fisik itu, kalau memang dia punya backup volumenya yaitu dia punya lebar, tinggi, tebal, begitu. Kalau memang volumenya itu kurang maka kita bisa kerja lebih dari 1 kilo 30 meter. Tapi kalau backupnya, dia punya volumenya sudah masuk maka dia bisa kurang dari satu kilo 30 meter karena itu bagian dari perencanaan. Ril lapangan memang kondisinya berbeda.”
“Contoh saya bilang tadi; kalau kita biasa ikut tender di reguler itu, kalau tendernya 1 kilometer maka volume kubikasi (yang dikerjakan) kalau sudah masuk misalkan 800 meter ya sudah 100%, begitu,” jelasnya.
“Jadi menurut saya itu saya punya pekerjaan di sana (Desa Wolwal Tengah) itu sudah 100%,” tegasnya mempertahankan alasannya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/06/26/kpk-ri-sidak-aset-pemda-dan-aset-perusahaan-raksasa-di-alor-ini-kasusnya/
Aisa memastikan, dia siap hadir di forum mediasi untuk memberikan klarifikasi bila dipanggil Dinas PMD atau Irda.
“Kalau misalkan ada mediasi atau ke hukum maka itu kita sudah bicara uang. Maka kalau kurang ya saya siap harus bayar tambah, tapi kalau lebih ya dorang (Pemerintah Desa) harus bayar tambah ke saya,” ungkapnya.
“Kalau pak Kadis minta mediasi, saya siap hadir. Intinya bahwa saya bukan lari dan lepas tanggung jawab begitu. Karena menurut saya pekerjaan saya sudah 100%. Dan itu saya siap membuktikan itu. Saya bukan lepas itu pekerjaan diam-diam. Saya bicara dengan Kepala Desa, PPK, Sekretaris Desa, Bendahara semua. Jadi kalau mau panggil saya untuk klarifikasi pasti saya bersedia hadir untuk menjelaskan itu di depan mereka (PPK dan pemerintah desa),” pungkasnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/06/23/pemkab-alor-undang-tokoh-agama-dan-masyarakat-bahas-perdamaian-antara-ketua-dprd-dan-bupati/
Diberitakan, proyek pengerjaan jalan ekonomi di Desa Wolwal Tengah, Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bersumber dari Dana Desa Tahun Anggaran (TA) 2019 diduga bermasalah.
Proyek itu dikerjakan dengan Dana Desa ratusan juta tersebut dikerjakan menggunakan pihak kontraktor. Hingga kini proyek itu masih belum rampung alias mangkrak. Sementara pihak kontraktor dikabarkan kabur atau tidak melanjutkan pekerjaan proyek yang bersumber dari APBN Dana Desa tersebut.
Kepala Desa Wolwal Tengah, Abubakar J. Rigai yang dikonfirmasi media ini pada Senin (26/7/21) membenarkan proyek jalan ekonomi di wilayahnya tersebut sedang mangkrak. Kades membenarkan proyek tersebut dikerjakan ibu Ais.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/06/10/kapolres-alor-beberkan-alasan-mengamankan-demonstran-yang-ricuh-demo-tolak-relokasi-pasar/
“Ya benar (proyek bermasalah). Itu (proyek jalan desa) ibu Aisa yang kerja. Saya lupa nama perusahaannya. Nanti saya cek di SPK kontrak dulu,” kata Abubakar.
Kades Abubakar mengatakan ia sudah berupaya mengutus PPK Desa untuk menemui kontraktor Aisa meminta melanjutkan sisa pekerjaannya, namun kontraktor enggan melanjutkan.
“Jadi pekerjaan ini sudah terhambat. Kita pergi omong dia (kontraktor) na dia bilang dia punya tenaga kerja dorang masih ada (kerja) di Mataru. Jadi nanti selesai dulu baru bisa kerja sambung lagi,” ujarnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/06/10/sadis-polisi-dan-sat-pol-pp-pukul-injak-demonstran-saat-demo-tolak-relokasi-pasar-di-alor-ntt/
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/06/10/ricuh-aksi-hmi-gmni-pmkri-dan-okp-alor-tolak-relokasi-pasar-kadelang/
“Kita sudah pergi dua, tiga kali sampai PPK juga pergi juga dia punya bahasa hanya itu saja (undur pekerjaan alasan pekerja di Mataru). Lambat-lambat begitu itu yang sampai dengan sekarang ini,” lanjut Kades.
Abubakar menjelaskan, proyek jalan ekonomi desa tersebut memang dananya bersumber dari Dana Desa Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp 300 juta lebih, hampir mendekati Rp 400 juta.
“Total dananya sekitar Rp 300-an juta hampir 400 juta itu,” sebut dia. (tim/tp/dm).