Puluhan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Alor menggelar unjuk rasa di kantor DPRD Alor, Rabu (12/10) siang. GMNI mempertanyakan batalnya usulan dana usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) bantuan pusat ke Alor senilai Rp 9 Miliar, gara-gara tidak memenuhi syarat.
Ketua GMNI Alor Gilamo Turwin mengatakan pihaknya datang ke DPRD karena kesal mendapat informasi jika dana bantuan Kementerian Koperasi dan UMKM senilai Rp 9 Miliar untuk jatah Alor itu ditolak gara-gara proposalnya diduga tidak diteken Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek.
“Data yang kami perolehan, pemerintah pusat telah mengucurkan anggaran sebesar Rp 9 Miliar. Dana ini akan dipergunakan untuk UMKM di Alor tetapi mama Ketua tidak mau tanda tangan. Sayang sekali karena dana itu sudah dikembalikan,” kata Gilamo saat dialog bersama Wakil Ketua DPRD Alor Sulaiman Singh, Rabu siang di kantor DPRD, Kalabahi Kota.
Gilamo kesal karena proposal UMKM yang diusulkan pemerintah daerah itu sudah diteken Bupati Alor Drs. Amon Djobo, M.AP namun Ketua DPRD tidak ingin juga meneken proposalnya sebagai syarat penerima bantuan UMKM dari pusat hingga melewati batas waktu penyaluran.
Kementerian Koperasi dan UMKM akan memberikan UMKM senilai 9 Miliar namun syaratnya Ketua DPRD harus ikut menandatangani proposalnya tanpa diwakilkan, sebagai bentuk dukungan. Menurutnya apapun alasan Ketua DPRD Alor yang tidak meneken proposal UMKM adalah hal yang tidak masuk akal.
“Minta alasan harus dapat jatah segala macam, ini alasan yang tidak masuk akal,” kesal Gilamo.
Ketua GMNI juga menyinggung tentang suntikan dana penyertaan modal daerah sebesar Rp 1 Miliar kepada perusahaan daerah air minum (PDAM) yang diduga tidak mendapat persetujuan dari Ketua DPRD Alor Enny Anggrek.
Gilamo mengatakan, pihaknya kesal karena usulan penambahan saham pemerintah daerah dari sumber dana APBD kepada PDAM tersebut seharusnya mendapat persetujuan tanda tangan dari Ketua DPRD Alor.
“Soal PDAM Rp 1 Miliar yang sampai sekarang mama tua tidak mau tanda tangan. Ini sebenarnya apa yang ada dalam otak dia ini. Jangan merusak kepentingan lembaga DPRD. Kami tidak mau seperti itu,” tegasnya.
Selain itu, Ketua GMNI juga menyesali sikap Ketua DPRD Alor yang tidak ingin menerima mereka untuk berdialog dengan alasan sakit sesuai informasi yang disampaikan oleh Sekwan, Daud Dolpaly.
“Kalau merasa sudah tidak bisa pimpinan ini lembaga na berhenti saja ko ganti orang lain,” kesal Gilamo.
Sementara itu, Sekretaris GMNI Alor Cornelis Banabera juga ikut menyesalkan dana UMKM bantuan pusat senilai Rp 9 Miliar yang ditolak gara-gara proposalnya diduga tidak diteken Ketua DPRD Alor.
Cornelis menerangkan seharusnya Ketua DPRD meneken proposalnya sehingga dana itu bisa diperuntukkan untuk membangun usaha mikro kecil dan menengah bagi masyarakat Alor.
“Dana Rp 9 Miliar ini konyol sekali karena seorang Ketua DPRD tidak bisa tanda tangan untuk kemaslahatan rakyat ini. UMKM ini penting sekali untuk kehidupan rakyat. Rakyat punya usaha segala macam ini harus dibiayai untuk lebih hidup lagi. Nah, kenapa tidak tanda tangan?” ujarnya, bertanya.
Cornelis menduga, jangan-jangan imbas dari konflik politik antara Ketua DPRD dengan Bupati Alor selama ini yang membuat Ketua DPRD menolak teken proposal UMKM.
Ia menegaskan, apapun konflik politik keduanya seharusnya tidak mengorbankan kepentingan daerah dan masyarakat Alor.
“Saya pikir tidak boleh begitu karena sebagai Ketua DPRD Alor dia harus tahu bahwa masalah pribadi ya pribadi, tidak boleh sangkut pautkan dengan hal-hal lain, terutama untuk kepentingan masyarakat. Masyarakat sangat butuh dana Rp 9 Miliar ini untuk urus mereka punya hidup,” sambung dia.
Cornelis meminta Ketua DPRD meminta maaf kepada masyarakat Alor jika benar dana Rp 9 Miliar itu sudah dibatalkan Kementerian Koperasi dan UMKM. Ia mendesak permintaan maaf tersebut harus disampaikan melalui media masa.
Sekretaris GMNI juga menyoroti sikap Ketua DPRD Alor yang tidak ingin menyetujui usulan dana penyertaan modal daerah kepada perusahaan daerah air minum atau PDAM senilai Rp 1 Miliar.
Ia katakan bahwa seharusnya Ketua DPRD tanda tangan karena dana itu sangat membantu dalam program pemasangan jaringan air minum bersih bagi masyarakat Alor.
“Kalau soal Rp 9 Miliar ini dia tidak tanda tangan, paling tidak yang 1 Miliar ini dia harus tanda tangan karena ini untuk kepentingan rakyat,” ujarnya.
Cornelis meminta Wakil Ketua DPRD Alor Sulaiman Singh sampaikan pesan GMNI kepada Ketua DPRD agar tidak lagi merugikan kepentingan masyarakat Alor.
Ia juga meminta Sulaiman Singh menyampaikan semua tuntutan GMNI kepada Ketua DPDR untuk segera ditindaklanjuti. Jika tidak maka GMNI mengancam akan kembali berunjuk rasa di kantor DPRD Alor.
“Tolong kasih tahu Ibu Ketua DPRD kalau dia sakit, kita tidak mau dia pimpin ini daerah. Karena harus orang sehat baru bisa pimpin ini daerah,” tegasnya.
Sementara, Lomboan Djahamou mengaku bangga bisa diajak bergabung dalam barisan GMNI sebagai tokoh masyarakat Alor untuk melakukan aksi demonstrasi menyoroti sikap politik Ketua DPRD yang dianggap merugikan rakyat.
“Saya apresiasi sekali kepada adik-adik mahasiswa GMNI karena dalam forum aksi ini mereka mengangkat saya sebagai salah satu tokoh masyarakat untuk mendampingi mereka,” katanya.
Lomboan ikut menyesali sikap Ketua DPRD Alor Enny Anggrek yang diduga tidak ingin meneken proposal dana bantuan pusat untuk UMKM senilai Rp 9 Miliar.
Ia mengatakan, selaku Ketua DPRD, Enny Anggrek seharusnya meneken proposal itu sebagai syarat mendapat bantuan dana UMKM.
“Kita sudah tahu bahwa hidup ini susah. Apalagi covid ini semua sendi-sendi ekonomi semua dihantam habis. Nah, untuk mendatangkan uang dari Jakarta melalui APBN, ini uang datang ko Ketua DPRD tidak mau tanda tangan,” kesalnya.
Lomboan menduga, alasan Ketua DPRD tidak menekan proposal itu karena usulan dana aspirasi Pokok Pikiran (Pokir) ditolak Pemda.
“Karena sudah tarik dukungan politik, masa masih pikir Pokir. You tahu politik gak. Kecuali partai-partai pendukung seperti NasDem yang bicara Pokir masih masuk akal,” lanjut dia.
Menurut Lomboan, perbuatan Ketua DPRD Alor yang diduga tidak meneken proposal UMKM ini akan berdampak merugikan kepentingan daerah dan masyarakat Alor. Karena itu ia menyesalkan sikap 29 Anggota DPRD yang masih mendukung Enny Anggrek menjabat Ketua DPRD Alor.
“Saya minta 29 Anggota DPRD tarik dia turun dari Ketua DPRD. Tarik dia turun, (jangan) bikin malu daerah ini,” tegas Lomboan di hadapan Wakil Ketua DPRD Sulaiman Singh.
DPRD Sudah Teken Proposal UMKM Namun Ditolak Pusat
Wakil Ketua DPRD Alor Sulaiman Singh membenarkan ada jatah dana bantuan UMKM senilai Rp 9 Miliar dari Kementerian Koperasi dan UMKM untuk Alor. Namun syaratnya, Proposal tersebut harus mendapat dukungan tanda tangan dari Bupati dan Ketua DPRD.
Sulaiman menjelaskan, Proposal itu awalnya sudah diteken Bupati Alor Drs. Amon Djobo, M.AP dan Wakil Ketua I DPRD Alor Drs. Yulius Mantaon, tetapi ditolak pusat karena yang diminta adalah tanda tangan Ketua DPRD, bukan yang diwakili.
Meski proposal sudah dikirim ke Kementerian Koperasi dan UMKM akan tetapi dari hasil verifikasi, Kementerian menolak proposalnya karena tidak tertera tanda tangan Ketua DPRD Alor Enny Anggrek.
Sulaiman menyesalkan sikap Kementerian. Ia mengatakan bahwa seharusnya proposal itu lolos karena sistem kerja pimpinan DPRD adalah kolektif kolegial sehingga tiga pimpinan DPRD salah satunya bisa meneken proposal untuk dan atas nama lembaga DPRD.
“Pimpinan DPRD itu ada ketua dan wakil-wakil ketua, sehingga kolektif kolegial itu berjalan. Mudah-mudahan pusat bisa mengerti tujuan diadakannya kolektif kolegial itu artinya salah satu di antara unsur pimpinan yang mendatangi itu sudah mewakili (lembaga) kedewanan,” jelasnya.
Sulaiman menerangkan, jika proses usulan proposalnya masih bisa diusulkan kembali ke Kementerian Koperasi dan UMKM maka ia akan meminta Ketua DPRD meneken proposalnya.
Ia berharap ada itikad baik dari Ketua DPRD untuk meneken proposalnya sehingga bisa menyelamatkan dana bantuan UMKM Rp 9 Miliar untuk kepentingan masyarakat Alor.
“Kalau memang proses itu masih bisa dilakukan mudah-mudahan kita sampaikan kepada Ibu Ketua supaya beliau bersedia tanda tangan sudah. GMNI ini kan representatif masyarakat jadi nanti saya akan sampaikan kepada ibu Ketua. Semoga yang bersangkutan pun harus bisa menyadari untuk mendatangi surat dukungan untuk mendapatkan bantuan dari pusat,” ujarnya.
Sementara, untuk usulan dana penyertaan modal daerah kepada PDAM, Sulaiman memastikan ia akan mengkomunikasikan dengan Ketua DPRD untuk mendapatkan persetujuannya.
“Mudah-mudahan di tahun 2023 ini ada suntikan dana penyertaan modal sehingga Perumda (perusahaan umum daerah/PDAM) ini bisa meningkatkan kinerjanya untuk pelayanan terhadap masyarakat,” katanya.
Selain itu, Sulaiman juga merespon tuntutan GMNI dan tokoh masyarakat Lomboan Djahamou yang bersih keras mendesak 29 Anggota DPRD segera bersikap menggantikan Enny Anggrek dari jabatan Ketua DPRD Alor.
Menurutnya proses penetapan pimpinan atau Ketua DPRD merupakan hasil pemilu 2019 sehingga anggota DPRD tidak berhak menggantikan jabatan Enny Anggrek. Karena jabatan Enny hanya bisa diganti oleh partai politiknya sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku.
Sulaiman mengajak Ketua GMNI Gilamo Turwin, Sekretaris GMNI Cornelis Banabera dan tokoh masyarakat Alor Lomboan Djahamou ikut Pemilu 2024 sehingga bisa terpilih menjadi Anggota DPRD dan menduduki jabatan Ketua DPRD menggantikan posisi Enny Anggrek.
“Jadi saya pikir adik-adik yang muda bisa ikut Pemilu untuk memperbaiki demokrasi kita. Hanya itu yang bisa dilakukan untuk menggantikan posisi jabatan kami pimpinan DPRD,” kata Sulaiman sambil tersenyum.
Ketua DPRD Alor Enny Anggrek merespon tuntutan GMNI yang dialamatkan padanya. Ia menegaskan bahwa semua tuntutan GMNI adalah fitnah yang keji kepadanya.
Enny malah menuding demo GMNI tersebut diduga ditunggangi ‘penumpang gelap’ karena ada Lomboan Djahamou.
“Semua itu fitnah. GMNI jangan suka fitnah. GMNI ini organisasi besar yang sangat berjasa untuk bangsa ini. Kenapa demo harus ada ‘penumpang gelap’,” kata Enny kesal pada GMNI yang mengajak Lomboan Djahamou ikut bergabung dalam berisan demo.
Enny kemudian mengklarifikasi tuduhan GMNI dan Lomboan Djahamou. Ia menjelaskan, bantuan dana pusat Rp 9 Miliar itu sebenarnya bukan untuk UMKM masyarakat melainkan bantuan yang akan diperuntukkan bagi pembangunan gedung baru kantor Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Alor.
Oleh sebab itu ia menolak meneken usulan proposal ke Kementerian dengan alasan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Alor Yermias Blegur mencoret dana Pokirnya di RKA Dinas Koperasi untuk UMKM masyarakat kelompok usaha maupun perorangan senilai Rp 150 juta.
“Dana Rp 9 Miliar itu memang saya tolak untuk tanda tangan karena begitu datang sini saya tanya Yermias Blegur, ternyata mereka coret dana Pokir saya untuk masyarakat kecil sebesar Rp 150 juta. Kamu coret Pokir saya yang hanya Rp 150 saja untuk masyarakat kecil, terus kamu mau usul bangun kamu punya kantor yang megah, oh saya tidak mau tanda tangan,” katanya, geram.
“Dana Pokir saya yang langsung bersentuhan dengan masyarakat kelompok-kelompok usaha kecil ini kamu tolak, terus datang minta saya tanda tangan usulan proposal dana Rp 9 Miliar untuk bangun kamu punya kantor dinas untuk kesejahteraan beberapa orang saja pegawai di situ ya saya tolak lah. Kamu lebih pentingkan kantor baru yang megah daripada saya yang lebih pentingkan masyarakat saya,” lanjut dia.
Enny yang menjabat Ketua DPC PDIP Alor itu lagi-lagi membantah bahwa dana Rp 9 Miliar tersebut bukan mau diperuntukkan untuk kepentingan UMKM rakyat kecil melainkan untuk membangun kantor Dinas Koperasi yang megah. Ia tetap berprinsip akan menolak tanda tangan proposal.
“Jadi dana Rp 9 Miliar itu bukan untuk bantuan UMKM ya. Itu bantuan untuk pembangunan gedung baru kantor dinas Koperasi dan UMKM. Jadi kalau ada yang bilang dana itu mau bantu UMKM masyarakat ya itu informasi sesat. Itu fitnah pada saya,” tegasnya, lagi-lagi geram pada GMNI dan Lomboan.
Ketua DPRD juga mengaku kesal karena sejak awal Dinas Koperasi dan UMKM Alor tidak melakukan komunikasi dengannya soal adanya dana bantuan dari Kementerian sebesar Rp 9 Miliar.
Ia makin kecewa lagi karena proposal tersebut malah dikomunikasikan diam-diam dengan Wakil Ketua DPRD Yulius Mantaon, tanpa sepengetahuan dirinya selaku Ketua DPRD Alor.
“Silahkan Bapak Wakil Ketua Yulius Mantaon sudah tanda tangan jadi silahkan koordinasi dengan beliau. Sejak awal tidak koordinasi dengan saya ko untuk tanda tangan, giliran orang Kementerian sudah tolak baru datang cari saya. Saya tidak tanda tangan,” tegasnya.
Selain itu, Enny juga membantah menolak tanda tangan usulan dana penyertaan modal daerah kepada PDAM senilai Rp 1 Miliar. Ia katakan bahwa informasi tersebut belum diketahuinya karena dokumen usulannya juga belum sampai ke meja kerjanya.
“Kalau itu dana PDAM Rp 1 Miliar saya tidak tahu. Belum ada usulan proposalnya masuk ke saya. Saya tidak tahu itu. Jadi jangan fitnah,” ungkapnya.
Selain itu, Ketua DPRD juga membantah tuntutan GMNI dan Lomboan Djahamou untuk mundur dari jabatan Ketua DPRD Alor.
Enny mengatakan, ia akan setia menduduki jabatannya sampai akhir periode dan jabatan itu akan ia gunakan untuk melayani masyarakat Alor. Sebab jabatan Ketua diperolehnya sah sesuai hasil Pemilu 2019.
“Mau ganti saya sebagai Ketua DPRD? Gila barangkali. Saya dipilih oleh rakyat ko, lewat hasil pemilu yang sah. Negara dan masyarakat Alor mengakui saya sebagai ketua DPRD. Jadi berhentilah fitnah-fitnah saya. Saya mau fokus kerja melayani masyarakat. Ikut Pemilu ko naik duduk jadi Ketua DPRD. Jangan irih dengan saya,” kata Enny menyindir Lomboan dan pimpinan GMNI Alor yang memintanya mundur dari jabatan Ketua DPRD Alor. (*dm).