
Kalabahi –
Sejumlah fraksi-fraksi di DPRD Kabupaten Alor mengecam tindakan Ketua DPRD Enny Anggrek yang melapor Bupati Amon Djobo ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat rapat dengar pendapat pemberantasan korupsi terintegrasi di Hotel Aston Kupang, Rabu (19/10/2022).
Enny melaporkan Bupati Amon dalam kasus dugaan korupsi dan/atau penyalahgunaan wewenang terkait proyek pembangunan Pasar Kadelang senilai Rp 23,4 Miliar dan proyek gedung DPRD senilai Rp 25 Miliar ke Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Rapat koordinasi itu dihadiri Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi, Pemkab, Pemkot, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga atau instansi vertikal, tokoh agama dan masyarakat.
Aduan Enny Anggrek tersebut dikecam sejumlah Anggota dan fraksi-fraksi di DPRD Alor. Mereka menyebut, laporan Ketua DPRD itu dianggap salah sasaran karena disampaikan secara pribadi, bukan dalam kapasitas jabatan.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/10/17/lomboan-djahamou-duga-ada-pencurian-aliran-listrik-untuk-dipasang-di-rumah-pribadi-ketua-dprd-alor/
Mereka juga menyebut pembahasan anggaran untuk kedua proyek tersebut juga sudah dilakukan sesuai mekanisme anggaran di DPRD hingga mendapat persetujuan asistensi di Pemerintah Provinsi.
Wakil Ketua DPRD Alor Yulius Mantaon mengutarakan kekecewaannya atas sikap Ketua DPRD Enny Anggrek yang melaporkan Bupati Alor ke Wakil Ketua KPK.
Yulius menegaskan, aduan Enny tersebut disampaikan dalam kapasitas sebagai pribadi, bukan dalam jabatan karena materi aduannya itu tidak pernah dibahas dalam rapat pimpinan DPRD sebelumnya.
“Soal (Ketua DPRD melapor Bupati ke Wakil Ketua KPK) itu perbuatan pribadinya. Kalau atas (nama) lembaga DPRD, ada mekanismenya,” kata Yulius, Jumat (21/10) di Kalabahi.
Politisi senior Partai NasDem Alor itu menerangkan, aduan Enny Anggrek soal dugaan korupsi Bupati ke KPK tidak pernah dibahas dalam rapat anggota maupun rapat pimpinan DPRD sesuai mekanisme yang diatur dalam Tatib.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/10/17/unjuk-rasa-sentil-kasusnya-ketua-dprd-alor-ada-penumpang-gelap-di-demo-gmni/
“Kalau sampaikan atas nama Pimpinan Dewan, maka harus ada rapat pimpinan Dewan 3 orang. Tidak boleh main sepihak-sepihak begitu. Ada sistem pemerintahan daerah. Saya tidak sependapat dengan cara-cara kerja begitu,” kesalnya.
Yulius mengatakan, seharusnya Ketua DPRD memanggil Bupati Alor untuk meminta penjelasan terkait ada tidaknya dugaan korupsi dan/atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Bupati Alor dalam kasus proyek Pasar Kadelang dan gedung DPRD.
Pemanggilan Bupati Alor tersebut menjadi hal yang biasa dalam mekanisme DPRD untuk meminta penjelasan terkait pekerjaan proyek pembangunan Pasar Kadelang senilai Rp 23,4 Miliar dan proyek pembangunan gedung kantor DPRD senilai Rp 25 Miliar.
Yulius menyayangkan sikap Enny Anggrek yang langsung mengadukan persoalan daerah kepada pimpinan KPK dalam rapat koordinasi di Kupang. Ia katakan bahwa sikap aduan pribadi itu telah membuat ketegangan politik antara DPRD dan pemerintah yang selama ini berjalan harmonis.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/10/15/isu-stunting-jadi-konsen-kegiatan-golkar-alor-jelang-hut-ke-58/
“Buat Rapat Kerja dengan Bupati dan persoalkan masalah itu. Minggu depan mau bahas KUA dan PPAS. Kalau dua lembaga pemerintahan daerah ini tidak harmonis, bagaimana rapat-rapat ini bisa berjalan?” lagi-lagi kesalnya.
Sementara, Sekretaris Fraksi Persatuan Nurani Alor, Dony M. Mooy juga menyampaikan kekesalannya atas sikap Ketua DPRD Alor Enny Anggrek yang melapor Bupati ke Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Dony kesal karena Enny menyampaikan laporannya bukan pada tempatnya.
“Memang tadi malam kita di Fraksi Nurani Alor jelas menolak keras sikap Ketua DPRD (melapor Bupati ke Wakil Ketua KPK dalam rakor) itu. Karena menyampaikan hal bukan pada tempatnya dan materinya. Sangat disesalkan,” ujarnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/10/14/jelang-hut-ke-58-ketua-dpd-ii-golkar-alor-ajak-masyarakat-ikut-jalan-santai-ada-undian-hadiah-menarik/
Dony membantah proyek pembangunan Pasar Kadelang senilai Rp 23,4 Miliar dan proyek pembangunan gedung DPRD senilai Rp 25 Miliar dibangun menggunakan sistim multiyears. Menurutnya kedua proyek tersebut dikerjakan menggunakan sistim kontrak tunggal, bukan multiyears.
“Itu pekerjaan kontrak tunggal, bukan multiyears,” katanya. “Kontrak tunggal itu Anggaran per tahun selesai, tahun berikut dianggarkan lagi lewat mekanisme pembahasan juga (di DPRD). Tender lagi. Makanya macam (proyek) kantor DPRD, kontraktor sekarang kan beda lagi,” lanjut dia.
Ketua PSI Alor itu menerangkan, kedua proyek tersebut sebelumnya juga sudah dibahas mengikuti tahapan rapat di tingkat Badan Anggaran (Banggar) DPRD, Komisi, hingga asistensi di Provinsi sampai pada penetapan APBD.
Proses konsultasi dan asistensi APBD di Provinsi juga membolehkan kedua proyek tersebut dikerjakan sistim kontrak tunggal, bukan miltiyears, karena hal itu sesuai ketentuan Undang-undang.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/10/13/berkas-p-21-polisi-serahkan-tersangka-sas-ke-kejaksaan-negeri-alor/

“Sudah berulang kali Ketua DPRD tanya itu dalam (rapat) asistensi di tingkat provinsi malah, tapi kan tim anggaran provinsi katakan itu tidak ada masalah, sudah sesuai mekanisme. Dan di Banggar kita bahas, dia yang pimpin rapat,” jelasnya.
Oleh sebab itu Dony menegaskan, fraksinya menyampaikan kekesalannya atas sikap Ketua DPRD yang melapor Bupati ke Wakil Ketua KPK atas tuduhan dugaan korupsi dua proyek dimaksud.
“Jadi Fraksi Persatuan Nurani Alor sangat menyanyangkan. Kalaupun dia mau lapor itu urusan pribadi dia, ada mekanismenya, bukan disampaikan dalam acara tersebut yang dia diundang (hadir) sebagai Ketua DPRD,” ungkapnya.
“Kerja buat gaduh saja. Kapan, bagaimana mau perjuangkan kepentingan konstituen kalau berulah model begini terus,” kesal Dony Mooy yang kini menjabat Ketua Komisi III yang membidangi infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan OPD terkait.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/09/26/polisi-tahan-seorang-koster-gereja-gmit-di-alor-yang-diduga-cabuli-anak/
Dony menegaskan, fraksinya yang terdiri dari: Ketua Fraksi Ibrahim Nampira, Wakil Ketua Fraksi Yusak Olang, Anggota Fraksi, Mulyawan Djawa, Ernes Mokoni dan Cornelis Sarata akan mempertanyakan masalah itu dalam sidang paripurna KUA PPAS pada Senin, (24/10) besok di kantor DPRD Alor.
Sementara itu, Ketua Fraksi NasDem Deni Padabang, juga menyesalkan sikap Ketua DPRD Alor Enny Anggrek yang melapor Bupati Amon dalam rapat koordinasi bersama pimpinan KPK di Hotel Aston Kupang. Deni kembali menegaskan bahwa aduan yang disampaikan Enny tersebut murni atas nama pribadi, bukan lembaga.
“Apa yang disampaikan itu tidak boleh mewakili lembaga. Kalau pribadi ya ok,” katanya.
Deni menerangkan, semua Fraksi di DPRD awalnya mengambil bagian dalam pembahasan proyek Pasar Kadelang dan proyek kantor DPRD pada tahun 2019.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/09/24/terima-aduan-kasus-sas-dari-aku-alor-dprd-pastikan-panggil-bupati-dan-ketua-ms-gmit/
Saat itu, Bupati Amon Djobo sempat mengundang Pimpinan DPRD dan fraksi-fraksi untuk mengikuti rapat presentasi rencana pembangunan dua proyek tersebut di kantor Bupati Alor. Hasilnya ditindaklanjuti dalam rapat Banggar dan semua fraksi menyetujui pembangunan kedua gedung baru tersebut karena usia gedungnya sudah tua.
“Pembahasan kemarin tahun 2019 itu semua kita fraksi diundang untuk rapat presentasi (rencana) pembangunan pasar dan gedung DPRD dan sistem penganggaran itu bertahap. Semua Fraksi setuju ko, termasuk fraksi PDIP (fraksinya Ketua DPRD). Kita dorong sepakat pembangunan pasar dan gedung DPRD dan disetujui di tahun anggaran 2020 dan 2021,” jelasnya.
“Jadi Enny Anggrek sampaikan (melapor Bupati ke pimpinan KPK) itu dalam kapasitas sebagai apa? Kalau ketua DPRD Alor berarti dia sendiri yang sudah sepakati tanda tangan dokumen APBD 2021 dan 2022. Fraksi PDIP juga turut aktif dalam pembahasan dan persetujuan. Jadi kalau dia melaporkan dalam forum pertemuan dalam kapasitas sebagai ketua DPRD maka itu keliru,” lanjut Deni.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/09/16/korban-perkosaan-dari-vikaris-sas-bertambah-jadi-14-orang/
Deni mengungkapkan bahwa kebijakan DPRD dan Bupati Alor dari aras kebijakan politik anggaran di DPRD sudah sesuai dengan mekanisme anggaran di DPRD. Karena proyek tersebut diloloskan atas kesepakatan bersama pemerintah dan DPRD.
Jika laporan Enny Anggrek tersebut ditindaklanjuti KPK maka Deni meminta KPK juga harus menangkap Ketua DPRD dan Anggota-anggota fraksi yang menyetujui anggaran pembangunan Pasar Kadelang dan gedung DPRD.
“Kalau KPK mau tangkap ya tangkap kita semua, tangkap dia (Ketua DPRD) juga dengan semua anggota DPRD yang setujui waktu itu, kan begitu. Karena dia (Ketua DPRD) yang tanda tangan dokumen APBD. Jadi jangan buat hal yang gaduh dan merugikan daerah ini. DPRD dan Pemerintah setuju berarti itu sah, apalagi sudah mendapat asistensi di Provinsi,” ungkapnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/10/17/gmni-alor-desak-pln-perbaiki-layanan-dan-bangun-jaringan-listrik-di-margeta-dan-pureman/
Deni juga membantah soal proyek tersebut dibangun dengan sistim multiyears. Ia menegaskan bahwa proyek itu bukan multiyears melainkan sistim kontraknya adalah kontrak tunggal, sehingga penganggarannya pun dilakukan secara bertahap.
“Sistimnya kontrak tunggal jadi penganggaran yang bertahap. Itu sesuai regulasi. Dan sudah dibahas sesuai mekanisme anggaran di DPRD dan sudah diasistensi di provinsi,” jelasnya.
“Kalau pekerjaannya di lapangan ada unsur kerugian maka silahkan diproses hukum. Proyek APBN sekarang dikawal Kejaksaan. Kalau ada pemeriksaan ada kerugian ya silahkan melapor ke KPK. Jangan tebar isu yang berdampak pada komunikasi pemerintah dan DPRD, jangan. Kita akan pertanyakan ke Ketua DPRD,” lanjut Deni.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/10/20/ketua-dprd-alor-lapor-bupati-ke-kpk-terkait-dugaan-korupsi-2-proyek-multiyears/
Ia menambahkan, Ketua DPRD Enny Anggrek seharusnya menggunakan moment rapat koordinasi dengan Wakil Ketua KPK untuk menyampaikan bahwa Alor dalam tiga tahun beruntun mendapat predikat WTP dari BPK. Ini suatu prestasi karena penyelenggaraan pemerintahan ini menjadi tanggung jawab DPRD dan Bupati.
“Kita pengelolaan keuangan terbaik makanya tiga kali kita WTP. Kita harus jaga supaya WTP ini kita bisa peroleh di tahun-tahun mendatang. Masa kita sendiri yang tidak mengakui. Harusnya WTP ini yang disampaikan ke KPK. Sebagai Ketua Fraksi kami sangat menyesal (Ketua DPRD lapor Bupati ke Pimpinan KPK saat Rakor),” ujarnya.
Deni juga memastikan bahwa fraksinya akan ikut kawal pembangunan proyek pasar Kadelang dan proyek gedung DPRD sehingga bisa tuntas dikerjakan dalam tahun anggaran 2022 ini. Sebab pemanfaatan kedua gedung ini sangat dinanti masyarakat, pemerintah dan DPRD.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/09/16/korban-perkosaan-dari-vikaris-sas-bertambah-jadi-14-orang/
“Sikap Fraksi NasDem, kami juga akan mempertanyakan itu di sidang DPRD Senin besok. Kita akan gunakan kewenangan yang ada untuk mempertanyakan maksud dari penyampaian laporan (Ketua DPRD lapor Bupati ke KPK) itu,” tutup Deni.
Sementara, Ketua Fraksi Golkar Azer D. Laoepeda, ikut menyesali sikap Ketua DPRD Enny Anggrek yang melapor Bupati Amon Djobo saat rapat koordinasi bersama pimpinan KPK di Kupang. Ia juga menegaskan bahwa laporan Enny tersebut dalam kapasitas sebagai pribadi, bukan dalam jabatan karena tidak pernah hal itu dibahas di DPRD.
Azer menjelaskan, apa yang diadukan Enny tersebut sebenarnya masih dalam tahap pekerjaan karena proyek Pasar Kadelang dan gedung DPRD masih belum rampung 100% sehingga masih dalam ranah pengawasan DPRD.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/09/11/breaking-news-alor-darurat-gizi-buruk-4-korban-dilaporkan-kritis-butuh-penanganan-serius/
